Minggu, 29 November 2015

Melati untuk Melati

Melati untuk Melati

Lucu juga, bisa jadi tema tulisan di blog yang udah lama gak diisi karena sok sibuk.
Sebenere judulnya bukan yang itu tapi gak apalah, iseng dikit sekali-kali keren kali yaahhh.... ^_^ (sambil ngelap keringet di kepala)


Kamis, 03 September 2015

Sumbang

Ada sesuatu yang bergetar di dada. Pagi ini aku ingin bicara mengenai sesuatu itu, yang bergetar di dalam dada. Seakan sesuatu itu sudah lama mati dan membusuk hingga belatungpun tak mau memakannya. Tak mau hidup dan tumbuh di dalam sesuatu yang ada di dalam dada. Sesuatu itu adalah hati. Segumpal daging yang jika ia hitam, maka hitamlah seluruh jasad yang menanuginya. Tidak hanya jasad, tak akan ada laku dan tutur kata yang dapat dipercaya. Bahkan tanpa berkatapun semua makhluk tahu, jika dia busuk dan bau. Ini tentang nurani yang telah mati dan entah kapan nurani itu mati. Mungkin saja sejak ia mengenal dunia dan melihat betapa fananya dunia. Dan akhirat begitu semu baginya. Mata tak mampu melihat dan akal terlanjur tumpul. Hati yang menjadi satu-stunya benteng pertahanan terakhir terlanjur mati. Maka tinggallah jasad tak bertuan. Seperti mayat hidup; hidup segan, mati tak mau.

Manusia namanya, si pemilik hati itu. Setidaknya itu yang orang-orang pahami. Meski sesungguhnya Tuhanlah yang menitipkan hati itu untuk dipelihara agar hidup dan agar hati itu mampu memberikan fatwa kepada manusia. Tapi nyatanya hati tak bisa menjadi ulama. Hati terlanjur mati dan nurani, ah sudahlah. Mereka seperti sudah tak lagi bisa diharapkan.

Tentang pagi yang membuat hatiku bergetar. Aku seperti ditampar keras oleh sebuah gambar yang amat sumbang. Entah manusia yang lain merasakan hal senada atau tidak. Khusnudzonku mereka merasakan hal senada denganku, hanya entah mereka tak tahu harus berbuat apa.

Kamu kenal negara Suriah? Ya, konflik berkepanjangan masih hidup sampai sekarang. Mungkin ada yang berpesta pora di balik panggung. Kamu juga kenal Irak? Sejak Sadam lengser, mereka masih saja tidak bisa tidur nyenyak. Dan untuk kamu yang suka nonton film, kamu pernah menonton film 99 cahaya di langit eropa? Ya Alex Abbad yang berperan sebagai Khan, pemuda muslim asal Pakistan. Ia bercerita bahwa negaranya dikenal sebagai ladang ranjau. Dalam film itu ayahnya meninggal karena ranjau.

Seperti candu, hal yang sama selalu berulang dan berulang. Tapi manusia tak memahaminya. Aku yakin bahwa di negara-negara yang aku sebutkan tadi, atau di belahan bumi manapun yang sampai hari ini masih belum bisa merasakan nikmatnya mandi air hangat atau menikmati segelas susu dengan tenang. Mereka adalah belahan bumi Allah yang dihamparkan untuk berladang manusia. Menanam benih untuk bekal ia kembali ke akhirat. Hanya saja ada ladang yang kadang tandus dan ada ladang yang amat subur. Tanah-tanah ini adalah tanah-tanah yang unik dan memiliki keindahannya sendiri. Ada tempat berlibur yang khas dan tentunya menjadi destinasi yang layak direkomendasikan. Tapi akan selalu ada tapi.

Kembali kepada pembicaraan mengenai hati. Tentang pagi yang begitu menggetarkan hati. Aku melihat jasad bocah dengan baju merah yang tergeletak di bibir pantai di Turki. Ombak pasti turut menangis saat itu. Bocah itu adalah salah satu pengungsi Suriah yang meninggal dunia karena tenggelam dari sampan bersama anggota keluarganya. Lihat! Betapa sumbang kalimat yang aku tulis ini. Atau mungkin ada yang salah denganku sehingga terasa begitu sumbang? Apa yang baru saja kamu rasakan saat membaca kalimat tersebut? (Bocah itu adalah salah satu pengungsi Suriah yang meninggal dunia karena tenggelam dari sampan bersama anggota keluarganya). Wahai nurani, berteriakkah kamu hari ini?

Kamu lihat?

Coba kamu raba dadamu, rasakan bagaimana hatimu saat bibirmu membaca kalimat tadi dan akal mencerna kalimat yang telah kamu baca dengan bibirmu itu. Apa yang kamu rasakan?

Setelah itu, hendak apa kamu?



Itu sebabnya perasaan seperti (INI) disebut dengan 'jatuh cinta'. Karena bersamanya hati akan merasakan sakit yang disebut rindu

Sabtu, 29 Agustus 2015

Bersiap Siagalah


Sikap dari seseorang yang telah memahami situasi itu bukan tindakan-tindakan gegabah yang bersumber dari amarah dan dendam. Tapi sikap yang ia tampilkan sebagai orang yang telah memahami situasi adalah bagian dari strategi terukur yang bersumber dari kayakinan yang hakiki kepada Allah.

Ingat QS Ali Imran: 200
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung."

Sekali lagi, SABAR, KUATKAN LAGI KESABARANNYA, DAN BERSIAP SIAGA. LALU BERTAKWAL KEPADA ALLAH.

Sabtu, 08 Agustus 2015

Keterasingan


Tentang keterasingan...

"Ada keterasingan, saat dua pasang bola mata saling bertemu. Kita saling kenal tapi tidak saling sapa. Hanya berbisik, berharap waktu cepat berlalu."

"Keterasingan itu tercipta untuk memberikan jarak yang belum juga berani ku luruhkan. Keterasingan itu tercipta agar Allah tak cemburu pada kita."

Tentang keterasingan yang sengaja kita buat. Tentang keterasingan yang sedang kita alami. Tentang keterasingan yang kian hari kian menyiksa, tapi kita mampu menikmatinya. Tentang keterasingan yang jawabannya belum kita ketahui, rahasia.

Rabu, 05 Agustus 2015

Antara Pagi dan Senja


Ada seseorang yang berkata kepada ku tentang senja. Sebuah pertanyaan sekaligus pernyataan tentang senja sebagai tanda protes. "Mengapa banyak orang menyukai senja? Padahal senja adalah awal dari gelap, sedangkan pagi adalah awal dari bangkitnya mentari." Katanya.

Bagi ku pagi adalah waktu dimana mentari bangkit. Tapi pagi, ia tidak pernah menawarkan kebaikan. Ia hanya memberikan pilihan, hendak jadi baik atau burukkah harinya, itu adalah pilihan. Sehingga dengan senja yang datang setelahnya, seseorang dapat berenung diri. Jadi baik atau burukkah harinya.

Sedangkan senja adalah saat dimana seseorang dapat merasakan keheningan; sepi yang membekas. Saat yang tepat bagi seseorang untuk berenung diri akan tindak dan tanduknya selama mentari bangkit hingga tenggelam. Itulah senja. Sehingga saat pagi menjelang, seseorang dapat menyambut mentari dengan senyum dan doa yang terpanjat. Agar harinya kali ini tak seburuk kemarin.

Selasa, 04 Agustus 2015

Keterpisahan


Keterpisahan kata rumi hanyalah tipu daya waktu. Bagiku, keterpisahan adalah jarak; Jarak adalah rindu, dan rindu adalah doa.
Ini tentang senja yang memisahkan kita sore itu. Namun senja pula yang menciptakan rindu. Dan doa terpanjatkan untuk mengiringi perpisahan kita.

Selasa, 21 Juli 2015

Aku:
Seorang pemimpin adalah orang yang akan merasakan kesepian.

#D
Karena sepi adalah saat yang tepat untuk seorang pemimpin berenung akan amanahnya, bagaimana ummat yang dia pimpin, bagaimana peradaban yang sedang dia rapikan.

Bicara Sepi


Aku:
Rasanya seperti aku bisa begitu sangat menikmati sepi. Tahu gak, kalo lagi sepi itu, kita bisa mendengar suara-suara yang keren? Detik jam, gemricik air, nyanyian serangga malam, deru angin, hembusan nafas, dan detak jantung; gemuruh hati yang merindui sesuatu.

#D:
Sepi itu pilihan yang sungguh berat ditinggalkan bagi mereka pecandu buku dan pena. Seperti sekarang ini, kamar dengan jendela lebar dan berdampingan dengan suara sungai.

Aku:
Untuk para pecandu buku dan pena, sepi adalah inspirasi. Sepi adalah waktu yang tepat untuk menggombal kepada angin atau merayu gemricik air agar mau menemani kesepiannya. Sepi adalah senja abadi yang akan melekat di hatinya. Sehingga saat dia butuhkan, dia hanya tinggal mengambil dari hatinya. Dan tiba-tiba waktu menjadi senja baginya. Sepi adalah saat dimana serangga akan saling beradu merdu nyanyian malam. Dan mereka para pecandu buku dan pena, siap menari di atas kertas. Menuliskan baris, kata-kata kesepiannya.

Selasa, 14 Juli 2015

Mudik; Tentang Rindu yang Ku Rindui Kehadirannya

Edisi telat mudik lebaran | Maaf pak, maaf bu, maafkan semua

Yap... Bahagia itu sederhana.

Meski hari masih gelap dan mentari sedang jalan-jalan di belahan bumi yang lain. Hati tetap bahagia. Ada jarak yang akan segera ku lipat. Bukan lagi hanya dengan doa, tapi ada sebuah laku yang akan segera terealisasi.

Pulang!

Entah, apa mereka merasakan rindu atau tidak. Yang pasti, hati ini sedang aku paksa untuk merasakannya. Seseorang pernah berkata kepada ku. "Sikap mu yang demikian itu sesungguhnya adalah cinta. Karena kamu iri saat mendengar teman-teman mu merasakan rindu kepada orang-orang yang kamu sebut mereka. Dan kamu, ada rindu yang sangat kamu rindui kehadirannya untuk mereka bukan? Sesungguhnya itu adalah cinta mu untuk mereka, rindu mu untuk mereka".

"Mungkin", ujar ku dalam hati. Mungkin benar apa yang kamu sampaikan. Aku hanya terlalu naif dan sungkan mengakuinya. Apakah itu salah satu sifat lelaki?

Setidaknya aku harus menghadirkannya, sekalipun aku tidak merasakannya. Aku hanya terlalu sungkan mengakuinya. Aku hanya terlalu sungkan!

Sabtu, 11 Juli 2015

Surat Tak Beralamat


Kamu yang entah siapa dan dimana.

Ada surat yang setiap malam ku tulis untuk mu. Surat tak beralamat yang sebenarnya aku tulis untuk mu. Apa kamu sudah membacanya?

Meluruhkan Jarak


Berterima kasihlah kepada Allah yang telah menganugerahkan cinta

Dengan cinta, jarak yang membentang menciptakan rindu. Dengan cinta, jarak yang memisahkan merubah kata menjadi doa. Melipat jarak, mempertemukan kita di langit sana. Kamu yang entah siapa dan dimana. Kita telah lebih dulu dipertemukan dalam doa-doa kita. Meski kita mungkin belum saling mengenal, atau bisa jadi kamu adalah orang yang amat ku kenal.

Dengan cinta, Allah ingatkan kita pada hakikat rindu. Bahwa dia tercipta untuk mengingatkan manusia kepada Sang Maha Cinta. Mintalah kepadaNya, karena Dia telah menciptakan rencana yang indah untuk kita. Agar jarak yang luruh di antara kita bukan tersebab Allah murka, tapi karena itulah rencana indahNya. Percayalah!

Senin, 06 Juli 2015

Bagaimana caranya menjelaskan rindu kepada seseorang
yang entah siapa dan dimana saat ini

#TC

Dia menyiksa ku dengan jarak, tapi dia hujani aku dengan rindu. Yuk kita lipat jarak kita dengan doa? *eh | Jarak (0.0) | Cieeeee….. jarak… ^_^

Minggu, 05 Juli 2015

Menjarak

Ya, pada akhirnya kita sama-sama menjarak. Aku menjarak karena tidak ingin mengganggu mu dengan perasaan ku yang entah bagaimana. Sedang kamu, menjarak entah karena apa?

Memang harusnya demikian. Kita menjarak untuk menjaga hati kita masing-masing. Menjarak karena kehadiran kita saling memberikan ujian.

Maafakan aku dengan perasaan ku. Sudahlah, aku tidak mau melanjutkannya. Aku bukan tak mau, tapi karena sepertinya kamu merasa terganggu.

Hanya sebuah interpretasi dan setiap kita memiliki hak untuk menginterpretasikannya masing-masing. Dan itu adalah interpretasi ku terhadap mu. Kamu juga pasti punya interpretasi sendiri kan?

Maaf.. Mungkin Allah akan cemburu dengan interpretasi ku. Maka, cukup sekian kata-kata yang bisa aku rangkai malam ini.

Terima kasih karena telah menjaga diri..

Rabu, 01 Juli 2015

Terserah kamu saja, kamu yang akan jalani. Bertanggung jawablah dengan pilihan sikap mu.
Udah gitu aja....

Selasa, 30 Juni 2015


Apa malam ini kamu kembali terjaga?
Aku, malam ini kembali terjaga. Bukan karena aku tak kantuk. Tapi, mungkin karena dingin yang menusuk tulang.
Padahal hati sudah ku selimuti malam ini. Mungkin, bukan sebab dingin yang menusuk tulang. Tapi karena rindu yang membayang.
Hey, apa pesan-pesan rindu ku mencapai mu?
Mungkin lebih baik seperti ini. Aku nikmati malam-malam ku dengan menulis surat tak beralamat. Karena aku seorang penulis; karena, untuk saat ini hanya menulis yang bisa ku lakukan. Dan bait-bait doa yang tak lalai ku panjatkan ke langit.
Sudah lewat malam. Apa kamu masih terjaga?

Senin, 29 Juni 2015

Nasihat Sahabat

Allah memang yang paling mengetahui dan memahami, hamba mana yang pantas dihadapkan dengan ujian yang mahligainya lebih tinggi. Maka, apa-apa yang didapatkannya pun akan jauh lebih tinggi; kesabarannya, keteguhannya, ketaatannya, kekuatannya, kebijaksanaannya, ketegarannya..
Bersyukurlah menjadi apa yang kau pegang sekarang. Itu artinya, kau akan naik kelas. Tidak sepertiku, yang disentil sedikit saja sudah ingin roboh dan tumbang. Tidak sepertiku, yang seperti ini saja.
Barakallah wa innalillah. Semangat mendekap erat amanah, Brother. Kau pasti naik kelas! :)
*Seorang pemimpin, boleh saja memiliki langit mendung. Tapi, dia lebih punya keharusan untuk selalu menampakkan langit cerahnya. Juga, langit pelanginya. #D



Aamiin... terima kasih untuk doa, motivasi, dan kata-kata indahnya. Tentang aku, semoga Allah sesuai dengan prasangka hambaNya.
Tentang kamu, hati mu bukannya lemah dan begitu mudahnya roboh. Tapi seperti yang pernah kamu katakan. Allah memberikan hati (perasaan) yang sama, tapi tidak dalam waktu yang sama. Agar saat salah satu dari kita patah sebelah sayapnya, maka yang lainnya menguatkan kita. Atau membantu kita untuk segera bangkit. #R

Aku Tertawan Oleh Mu


Kamu tahu?
Malam ini aku tertawan oleh mu. Aku menyerah...

Entahlah, tiba-tiba saja aku berfikir begitu. Ada perasaan bahagia saat kita saling berbicara. Tapi di saat yang sama, aku benar-benar merasa bodoh. Aku mempertanyakan sikap ku yang seperti anak kecil ini. Menunggu mu untuk menghentikan pembicaraan kita malam ini. Padahal aku jelas lebih tua dari mu. Meski baru kemarin kamu sudah 21 kali mengelilingi matahari. Seharusnya aku yang menghentikan ini. Namun, aku telah tertawan oleh mu.
Ingin sekali menghentikan ini. Tapi saat aku pergi, justru aku merasa kehilangan kamu. Mungkin inilah alasan, mengapa luka tidak hilang saat coba melupakan. Karena melupakan sama dengan mengingatnya kembali.

Apa kamu juga tahu?
Aku masih mengingat kisah tentang senja kita di bulan Mei. Saat aku benar-benar menyerah dan tanpa sadar, aku telah tertawan oleh mu. Apakah kamu juga mengingatnya?

Jumat, 26 Juni 2015

Tentang Doa yang Kita Panjatkan Kepada Allah

Allah tidak pernah bilang Tidak sama doa-doa hambaNya. JawabNya cuma tiga.
1. Ya, akan Aku kabulkan doa mu
2. Ya, akan Aku kabulkan doa mu nanti, atau
3. Aku punya rencana yang lebih baik dari pada permintaanmu.
— ‪#‎dokterfina

Doa-doa yang belum terkabul maka:
1. akan diganti dengan yang lebih baik
2. akan diberikan pada waktu yang tepat
3. Allah tangguhkan untuk bekal di akhirat kelak
— #asep

Bukan sebuah rujukan hadis atau dalil Al-Qur'an. Ini hanya tentang sebuah iman yang tehujam dalam hati. Apakah kita masih sungkan hendak meminta kepada Allah?

Merindukan Kalian, Laskar 9


Ada sebuah ingatan fotografis. Terpotret dengan jelas setiap fragmen yang telah kita lalui. Tentang canda-canda kecil yang kita buat. Saling bertukar fikiran yang membuat suasana riuh berubah menjadi begitu serius. Tapi itu tidak akan bertahan lama. Selalu saja ada yang memecahkan gelas di tengah keheningan. Suara riuh kembali tercipta.


Ada kebahagiaan yang tak bisa kita katakan. Tapi sorot mata tak bisa berbohong. Ada kerinduan yang membuat pertemuan-pertemuan kita begitu dirindukan. Meski masing-masing kita telah begitu jauh. Tapi robitoh telah mengikat hati-hati kita. Ada pertemuan dalam doa-doa malam kita. Ada harapan yang terpanjatkan ke atas langit. Tentang sebuah pertemuan abadi yang amat kita nantikan. Allah, pertemukan kembali kami di surga.
#L9

Rabu, 24 Juni 2015

Jawaban Mu tidak dalam Mimpi

Akhirnya Engkau jawab pertanyaan ku malam itu. Pertanyaan yang aku sampaikan dengan berlumuran air mata. Sesak dada rasanya. Ada perasaan yang begitu menghimpit karena saat itu aku terlambat melibatkan Mu dalam perkara ini. Atau justru seharusnya aku libatkan Engkau dalam setiap urusan ku. Dan aku, aku sungguh lalai. Aku sunggh merasakan teguran Mu malam itu. Seperti Engkau sedang menampar ku, menarik ku ke dalam tempat sujud untuk membicarakan banyak hal. Mengevaluasi setiap keputusan yang aku lalai untuk melibatkan Mu.

Oh Allah, teguran Mu malam itu membuat hati berkecamuk dan dada begitu terasa sempit. Aku menangis sejadi-jadinya.

Padahal Engkau tak pernah lalai kepada ku. Benar saja, Engkau langsung jawab pertanyaan malam itu. Tak butuh waktu lama bagi Mu menjawab pertanyaan seorang hamba yang lalai seperti ku. Tidak dalam mimpi dan memang tidak harus di dalam mimpi. Engkau langsung hadirkan jawaban dari pertanyaan ku malam itu di hadapan mata ku. Seketika, Engkau timpakan sebuah "beban" di pundak yang lemah ini. Yang bahkan seorang Umar bin Khatab pun merasa berat memikulnya. Lalu bagaimana dengan hamba Mu yang satu ini, wahai Allah? Siapalah aku ini?

Tentu aku tetap meyakini bahwa ini adalah bagian dari rencana indah Mu. Aku juga meyakini bahwa tak ada beban tanpa pundak yang sanggup memikulnya. Engkau tentu tidak akan membiarkan pundak seorang hamba memikul beban yang tak sanggup ia pikul. Engkau lah Maha adil dan bijaksana. Engkau hanya ingin hamba Mu kembali kepada Mu dalam keadaan mulia. Dan ujian adalah salah satu cara untuk memuliakan hamba Mu. Allah, tentu Engkau tahu tentang hati yang bergetar takut kepada Mu ini. Kuatkanlah Allah, sehingga aku mampu untuk memantaskan diri.
....
Terima kasih telah menjaga diri
karena aku akan menjaga mu dari perasaan ku yang sedemikian rupa
entah bagaimana caranya
entah harus berdoa seperti apa, karena kita tidak tahu pasti
salah satu dari kita akan memulai, dan itu aku
— MASGUN

Terima Kasih telah Menjaga Diri

Terima kasih telah menjaga diri
Terima kasih telah menjaga diri
Terima kasih juga telah bersedia bersabar
bersabar terhadap perasaan yang sedang tumbuh
ingin sekali mekar, ingin sekali segera ranum
akan tetapi, kita masih percaya bahwa untuk menjadi mekar kita perlu waktu
terima kasih karena aku rasa Allah tetap menjadi yang pertama
bila kelalaian kita menjaga diri membuat orang lain berasumsi sedemikian rupa
semoga kita segera diselamatkan dan ku rasa dia pasti segera menyelamatkan
terima kasih telah bersedia bersabar
karena aku pun sedang bersabar menunggu waktu mu yang lebih luang
karena sekarang begitu banyak kesibukan bila kita tidak sabar dan gegabah, justru bisa jadi membuat kita salah mengambil keputusan
terima kasih telah menjaga diri
karena aku akan menjaga mu dari perasaan ku yang sedemikian rupa
entah bagaimana caranya
entah harus berdoa seperti apa, karena kita tidak tahu pasti
salah satu dari kita akan memulai, dan itu aku
di waktu yang nanti akan ku cari tahu entah bagaimana caranya
karena aku tidak akan membiarkan mu terlalu lama berasumsi
karena aku tahu kita benar-benar sedang diuji dengan kehadiran masing-masing
kita sama-sama menjadi ujian satu sama lain
mari menangkan?

— MASGUN Suara Cerita

Selasa, 23 Juni 2015


Telah ku ajukan sebuah “proposal hidup” ku kepada Allah. Aku tidak hendak memaksaNya untuk “menandatangani” proposal ku itu, sebagai tanda acc. Tapi itu adalah sebuah ikhtiar yang aku tuangkan dalam sebuah proposal hidup. Karena aku tetap meyakini bahwa rencanaNya jauh lebih indah.

Salah satu yang aku ajukan dalam proposal hidup itu adalah tentang sebuah nama yang menjadi perbincangan indah ku dengan Allah. Nama seseorang yang takut kepada Tuhannya. Nama seseorang yang akan aku ajak untuk menemani ku menuju kepadaNya. Nama seseorang yang semoga baik untuk dunia dan akhirat. Seseorang yang dengan ketulusan cintanya, akan melahirkan generasi baru yang cinta dengan agamanya.

Karena mendidik anak bukan hanya saat anak itu terlahir ke dunia, tapi saat kita memilih ibunya.

Minggu, 21 Juni 2015

Kisah Senja ini di Bulan Ramadhan


Hari ini, di senja pada bulan Ramadhan, tibalah sebuah kereta api di sebuah stasiun bernama Stasiun Pemberhentian. Seperti sudah sunatullah, saat itu ada penumpang yang turun, juga ada penumpang yang naik. Kereta api akan melanjutkan perjalanannya menuju ke stasiun pemberhentian selanjutnya. Melakukan perjalanan yang panjang dengan membawa perbekalan yang ada. Ada harapan kita akan menjumpai sebuah rel kereta yang melalui jalur-jalur perbukitan. Naik turun hingga saat kita sampai di sebuah tempat yang indah. Terlihat sebuah pemandangan sawah dan ladang. Petani sibuk menyiangi sawah dan ladang. Burung-burung bangau sedang mencari nafkah. Ada yang mendapatkan santapan lezat senja itu. Perjalanan saat itu membuat hati lebih sejuk, mulut memuji namaNya atas keindahan ciptaanNya.


Sayangnya tidak semua perjalanan akan terasa sedemikian indah. Kita meyakini ada kalanya kita akan menjumpai terowongan panjang nan gelap. Ada cahaya dan itu hanya ada di ujung terowongan. "Kita harus mencapainya," ucap ku. Lebih penting dari itu adalah sebuah pilihan sikap. Kita akan menjadi manusia yang bersyukur atau kufur. Menjadi manusia yang yakin atau ingkar. Hal ini juga sebuah sunatullah. Kita hanya dihadapkan pada sebuah pilihan sikap dan kita harus bertanggung jawab dengan pilihan sikap tersebut.

Kereta api ini tidak pernah menjanjikan sebuah perjalanan yang menyenangkan, kereta api ini hanya menjanjikan sebuah perjalanan, hanya itu. Sekali lagi, hanya menjanjikan sebuah perjalanan. Kita yang akan membuat perjalanan ini menjadi menyenangkan, biasa-biasa saja, atau perjalanan yang tidak hanya menyenangkan tapi juga kenangan. Perjalanan itu akan menjadi kenangan jika hanya ada hati yang hadir disana. Ada cinta yang menyertai perjalanan itu. Bukan hanya berbicara tentang sebuah beban, lelah, atau kewajiban. Sekali lagi tentang perjalanan cinta. Perjalanan yang menghadirkan cinta. Tentu cinta itu lahir dari buah ketulusan bukan keterpaksaan. Sehingga kita mampu menikmati buah dari ketaatan kita kepada Allah yang Maha mengetahui.

Aku amat yakin, rencanaNya jauh lebih indah daripada rencana dalam proposal hidup yang telah aku ajukan kepadaNya.

Benar perjalanan ini berat, benar perjalanan ini sakit, tapi ingat ada saat dimana kita jumpai perjalanan indah. Dan itu hanya akan dapat dirasakan jika hati ini memiliki cinta dan cinta itu sekali lagi adalah buah dari ketulusan. Mari kita melakukan perjalanan ini dengan hati riang?

Jumat, 19 Juni 2015

The Most Excellent



"...sesungguhnya Engkau Maha kuasa sedangkan aku tidak berkuasa, dan Engkau Maha tahu sedangkan aku tidak tahu, dan Engkau Maha mengetahui perkara yang gaib".

Kira-kira itulah cuplikan dialog ku malam ini dengan Allah. Ada pekara yang sangat emosional, mampir di pelataran. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, ini seperti aku ingin mengatakan tidak, tapi tak sepatah kata pun keluar dari mulut ku. Dia kaku, beku.

"Siapa aku ini? Hingga lancang tidak melibatkan Allah dalam urusan yang sedang aku hadapi". Ada sebesit marah. Hati dan akal yang tadinya tenang, tiba-tiba badai menghempas. Bergoyanglah akal dan hati kesana kemari, gelisah. "Pantas saja — ku pikir". Aku tidak melibatkan Allah dalam urusan ini. "Siapa aku ini yang lancang tidak melibatkan Allah?" Langkah-langkah kecil akhirnya ku buat malam ini, untuk mendiskusikan beberapa hal denganNya.

Tibalah akhirnya aku duduk bersimpuh, membicarakan proposal yang telah aku adukan kepadaNya beberapa hari yang lalu. Aku sampaikan kepadaNya. "Wahai Allah, aku telah menyampaikan proposal hidup ku kepada Mu. Tentu tanpa itu pun — aku yakin — Engkau sudah merencanakan hal-hal indah untuk ku. Tapi ini adalah upaya ku untuk berdiskusi; berikhtiar; berdoa, seperti yang Engkau perintahkan kepada hamba Mu. Engkaulah yang berhak mengACC atau tidak proposal ku. Engkau Maha kuasa sedangkan aku tidak. Engkau Maha tahu sedangkan aku tidak, dan Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib. Aku? Engkau tahu jika urusan ini tidak sepintasan mimpipun singgah di malam-malam lelap ku. Tidak ada poin dalam proposal hidup ku tentang urusan ini. Tapi tiba-tiba dia hendak bertamu dalam teras hidup ku. Ada rasa keterpaksaan — saat ini — untuk melukisnya dalam kanfas hidup ku. Apakah ini adalah ujian keimanan dari Mu, Wahai Allah? Sekiranya Engkau tahu bahwa urusan ini lebih baik untuk ku, agama ku, dan kehidupan ku, serta (lebih baik pula) akibatnya (di dunia dan akhirat), maka takdirkanlah dan mudahkanlah urusan ini bagi ku, kemudian berkahilah aku dalam urusan ini. Namun, sekiranya Engkau tahu bahwa urusan ini lebih buruk untuk ku, agama ku, dan kehidupan ku, serta (lebih buruk pula) akibatnya (di dunia dan akhirat), maka jauhkanlah urusan ini dari ku, dan jauhkanlah aku dari urusan ini, dan takdirkanlah kebaikan untuk ku di mana pun, kemudian jadikanlah aku ridha menerimanya".

Kini tinggallah rasa ikhlas atas segala keputusan. Aku yakin, Allah punya rencana yang lebih indah untuk ku. Seindah apa pun aku merencanakan perjalanan hidup ku, rencana Allah tentu jauh lebih indah. Tidak ada tandingannya. God's plan is the most excellent (bahasa Inggrisnya bener gak yah? ^_^ ).

Minggu, 14 Juni 2015

Nutrisi untuk Hati

Foto by Kakak
dishare juga di akun Instagram dan Tumblr pribadi

Kalo ini namanya memperbaiki gizi. Perjalanan melelahkan harus dibarengi dengan asupan gizi yang seimbang. Gizi yang aku maksud bukan hanya tentang steak atau milk shake. Tapi gizi yang akan membuat hati akan senantiasa hidup.
Bahwa jasad ini hanya akan seperti mayat hidup jika hati yang ada dalam dada ini mati. Maka hati harus diberikan nutrisi yang pas. Agar dia senantiasa hidup.
Teringat sebuah hadis, istafti qalbak, mintalah fatwa pada hati mu. Maka agar hati ini mampu berfatwa dan menuntun manusia semakin dekat dengan Dzat yang menguasai hati, maka hidupkanlah hati. Berilah dia haknya. Tilawah Al-Qur'an dan dzikir. Bismillah.. Tentang #menghidupkan hati
#menguatkan hati

Sebuah #interpretasi
Sebuah #pesan

Perjalanan dan Pesan Rindu

Foto by adik
dishare juga di akun Instagram dan Tumblr pribadi

Perjalanan itu seperti kita sedang mengukir sebuah kenangan, *eh maksudnya sejarah. Sejarah yang akan dapat kita ceritakan dan menjadi sebuah pesan tak beralamat. Lebih tepatnya pesan khusus bagi mereka yang memahaminya. Tapi tak jarang, meski hanya berupa gambar bahkan siluet sekalipun, pesan itu sampai kepada hati yang dituju. Entah itu pesan cinta atau pesan rindu.

Sebuah #interpretasi
Sebuah #pesan

Jumat, 12 Juni 2015

Menghapus Jejak di Borobudur


Senja sore itu kembali memberikan hangatnya. Kehangatan warna jingga. Jingga yang mengingatkan aku tentang jejak. Jejak yang tersapu oleh hujan. Namun senja kemarin, memaksa jejak-jejak kenangan yang tersapu hujan, kembali hadir. Mengingatkan kembali kepada sebuah memori lama yang sudah lama ku buang jauh. Sebuah memori tentang pemberhentian yang seharusnya menjadi tempat pengaduan.

#Mengelilingi matahari | Menghapus jejak di Borobudur
Senja Borobudur, 10 Juni 2015

Selasa, 09 Juni 2015

Merahasiakan Rintik Hujan


Di penghujung Bulan Mei. Dan kamu, hey kamu, selamat datang Bulan Juni.
Ada hujan yang telah menghapus jejak-jejak rindu. Melarutkan sajak-sajak rindu dalam sebuah doa. Bukan kata tapi doa. Rindu yang merintik di atas dedaunan, meresap ke dalam akar-akar pohon. Merahasiakan rintik rindu yang menjadi hujan. Mungkin itulah sebab kita harus berterima kasih kepada hujan. Rintiknya tak hanya menghapus jejak-jejak rindu, tapi juga merahasiakannya dalam doa. Merubah cinta penuh nafsu menjadi cinta yang mulia.

Untuk saat ini, ada yang harus tetap menjadi rahasia ku denganNya. Tidak semua yang kita rasa harus diungkapkan, bukan? Biar saja untuk saat ini, ekspresi rindu itu adalah doa. Seperti Ali yang merahasiakan cintanya kepada Fatimah. Dan biar saja untuk saat ini, kita nikmati luka dan patah. Saat seolah tak peduli dan acuh melihat mu jatuh. Meski hati merasakan perih melihat ranting yang patah. Sakit memang, tapi bukankah rasa sakit ini sebanding dengan cinta yang mulia? Cinta yang berbuah surga.

Kamis, 04 Juni 2015

Tentang Senja dan Surat yang tak Beralamat


Seperti senja-senja sebelumnya. Hadirnya membawa jingga di hamparan langit, juga di dinding-dinding hati. Ada perasaan yang terwakili olehnya. Ingatan-ingatan lama yang dipaksa untuk kembali hadir. Yang kemarin saat hujan tersapu bersih, larut begitu saja. Sebuah kenangan. Kita yang sempat mengabadikannya dalam sebuah gambar, yang senja ini ku pasang di beranda hati ku.

Tiba-tiba rindu hadir dan senja, dia seperti memahami untuk siapa rindu ini.

Seperti senja-senja yang belum lama ini ku lalui. Detik-detik itu aku lalui sendiri, seperti biasanya. Ku buat sepucuk surat tak beralamat, yang jelas-jelas itu untuk mu. Entah kamu tahu atau tidak. Surat yang dibuat saat hati seperti senja hari ini. Saat jingga perlahan menghitam. Kamu bertanya tentang warna merah yang tengah membara di hati mu. Konon ada energi yang membuncah. Seperti air mendidih, geram dengan situasi yang tak menentu. Aku? Seperti sebelum-sebelumnya. Menyerah dan kalah dengan argumen mu.

Dan seperti sebelum-sebelumnya. Aku pasrahkan semuanya kepada Tuhan yang menciptakan senja. Kepada yang menciptakan rindu ini.

Selasa, 02 Juni 2015

Sama-sama Diam


Kini hari-hari seperti aku tak pernah mengenal mu. Tak ada sapa atau tanya. Perjumpaan kita diisi dengan senyum malu-malu. Bahkan kadang lebih tragis. Kita sama-sama diam tak berkutik. Asik menikmati waktu-waktu sendiri. Tapi aku, diam ku penuh kepura-puraan. Entah, kamu melakukan hal yang sama dengan ku atau tidak. Yang aku rasakan saat tak sengaja  atau lebih tepatnya itu adalah kesengajaan yang ku buat – menyapa mu, kamu tampak antusias. Seperti merindukan percakapan kita. Sekali lagi, itulah yang aku rasakan.

Seperti nampak mudah untuk membuat sebuah keputusan. Mengambil pilihan sikap yang akan merubah hidup ku dan hidup mu, hidup kita. Pilihan untuk menghilangkan keraguan yang membutuhkan dengan segera sebuah kepastian. Waktu itu semua nampak indah. Ada banyak perasaan yang ingin aku sampaikan. Kita pernah berjalan bersama dan berhenti bersama dengan irama yang sama. Kita juga pernah menikmati hujan bersama. Dan hujan itu jua yang akan meluruhkan setiap jarak di antara kita. Menghanyutkannya hingga ke samudera, tapi aku tak bisa. Maka pilihannya untuk saat ini adalah kita sama-sama diam.

Biarkan untuk saat ini aku simpan kenangan-kenangan itu di sebuah tempat yang jauh. Aku juga tidak akan membuatkan peta jalannya, agar kenangan-kenangan itu tak mudah ditemukan. Atau aku akan bersembunyi di balik wajah kaku ku yang dulu. Wajah yang selama ini entah bagaimana caranya, saat aku mengenalmu, aku seperti lupa bagaimana cara menampilkannya. Aku menyerah kepada mu, setiap kali aku tak tega melihat mu terjatuh. Saat itu juga wajah kaku dan seram hilang seketika. Aku menyerah, aku kalah. Tapi kali ini, agar yang tak terungkap tetap menjadi rahasia, akan aku lakukan. Meski mungkin seperti yang sudah-sudah, sekali lagi, untuk kesekian kalianya aku menyerah.

Jumat, 29 Mei 2015

Ost Tutorial PAI UNY By Angkatan 2014 FBS UNY


Lebih Baik Aku Perbincangkan Kamu dengan Tuhan


Perbincangan ku dengan Tuhan dalam setiap malam, ada rahasia kita
Bertanya tentang kabar mu disana yang entah dimana
Sebenarnya aku tahu tempat tinggal mu
Aku juga tahu dimana kamu mengelilingi matahari setiap harinya
Tapi aku tak tahu dimana kamu saat detik wajah teduh mu mampir di ingatan pendek ku
Bukan aku tak mau bertanya
Aku hanya bingung untuk apa aku menanyakan ini pada mu?
"Hai, apa kabar? Bagaimana dengan study mu?"
Setiap huruf-huruf yang telah kurangkai, menjadi kata rindu di kipet HP Nokia 5130-C merah tua itu, terpaksa aku hapus lagi
Aku bingung, untuk apa aku menanyakan kabar mu?
Hanya alasan pengobat rindu
Doa adalah pengaduan terakhir ku
Aku perbincangkan kamu dengan Tuhan
Aku sisipkan ini dan itu tentang mu walau sebait doa saja
Lucu jadinya
Seperti anak kecil yang menginginkan sebuah mainan, tapi tak terpenuhi
Dia pinta mainan itu kepada Tuhan
Meminta Tuhan mengabulkannya, membujuk kedua orang tuanya agar mau membelikannya mainan
Tapi apa daya?
Siapa aku?
Tuhan belum izinkan
Aku lebih takut Tuhan akan cemburu kepada ku
Memang lebih baik seperti ini
Bersembunyi di balik senyum kaku yang terlihat tak ikhlas
Mencoba berdamai dengan hati yang mendesak-desak untuk bertanya tentang rindu
Mencoba memberi tahu mu, bahwa aku rindu
Lebih baik seperti ini
Mengekspresikan rindu-rindu itu dalam doa
Biar kamu tetap menjadi rahasia ku dengan Tuhan

Senin, 06 April 2015

Bertahan!


Lelah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah  kata sifat (Adjektiva) yang memiliki padanan kata dengan penat; letih; payah; lesu; tidak bertenaga. Jika ditambah imbuhan ke-an menjadi kata sifat perihal (keadaan) lelah. Menurut David Arnot, dkk (2009) dalam bukunya Pustaka Kesehatan Populer Mengenal Berbagai Macam Penyakit. Kelelahan adalah suatu kondisi pada tubuh manusia merasa lelah secara alami, yang biasa terjadi setelah latihan fisik atau mental yang berat.

Maraton adalah ajang lari jarak jauh sepanjang 42,195 km yang dapat ditempuh sebagai lomba di jalan raya maupun luar jalan raya (offroad). Seorang pelari maraton yang harus menempuh jarak 42,195 km tidak mungkin menggunakan lari sprint atau lari jarak pendek. Jika hal itu dilakukan justru akan membuat pelari maraton akan cepat lelah dan akhirnya tidak bisa mencapai garis finish. Bisa saja pelari tersebut sampai di garis finish, tapi untuk mencapai posisi maksimal nampaknya akan sulit karena sang pelari mengalami kelelahan akibat aktivitas fisik yang terlalu berat.

Analogi di atas setidaknya dapat memberikan gambaran tentang tulisan yang anda baca pada paragraf selanjutnya. Tentang kelelahan yang menghinggapi para aktivis! Meski dalam beberapa gambaran cerita nanti kami akan kaitkan pula dengan orientasi, niat. Analogi yang kami gunakan di atas mungkin akan cukup tendensius. Hal ini perlu kami sampaikan, agar terlepas dari perkara-perkara yang bersifat sinisme. Sehingga pembaca akan tetap melihat orang-orang yang kami ceritakan disini dengan kacamata hikmah, bukan sinisme akut yang justru menimbulkan kekecewaan sepihak.

Saat pertama kali memasuki "kawah candradimuka" ini ada sebesit keinginan untuk dapat meraih posisi nomor wahid di kawah candradimuka ini. Tapi tersebsit juga perasaan malas dan bosan dengan segudang aktivitas yang menurut kedua orang tuaku saat itu tidak bermanfaat. Apalagi saat itu rasa-rasanya aku lebih menyukai aktivitas akademik dan memasang target 3,5 tahun lulus. Sebuah mimpi dan cita-cita! Namun pada akhirnya singgahlah aku di sebuah pelayaran yang membawaku ke tengah samudera petualangan yang tidak pernah sekalipun menghampiri mimpi dalam tidurku. Berjumpa kawan-kawan dengan beragam cita dan orientasi. Berjumpa kawan-kawan dengan latar belakang yang luar biasa. Hingga sampailah aku disebuah pelabuhan yang mempertemukanku dengan sekelompok manusia yang luar biasa.

Beberapa dari mereka adalah orang-orang yang aku kenal saat orientasi kampus. Maklum, mereka adalah orang yang menurutku amat kritis dengan segudang pengalaman dan pengetahuan yang luar biasa. Ada pula kawan yang aku mengenalnya karena satu kelompok saat orientasi. Mereka adalah orang-orang luar biasa menurutku. Buktinya mereka semua telah mendahuluiku menyebarkan pengalaman dan pengetahuan mereka setelah menuntaskan cerita di kawah candradimuka.

Memulai pelayaran di samudra yang ganas ini – meski hanya dalam sebuah laboratorium besar – dengan kecepatan normal pelari maraton. Berusaha mengejar kawan-kawan yang sudah lebih dulu mendayung dengan kencang mengarungi samudra. Tak jarang di sela-sela perjalanan menemukan kapal yang sudah karam sebelum mencapai pertengahan jalan. Ada pula kapal yang berhenti sejenak lalu mendayung kembali dengan kecepatan yang jauh lebih pelan dari sebelumnya. Ada pula yang mendayung konstan. Dan ada yang mendayung dengan kecepatan yang fleksibel namun tetap memegang teguh prinsip untuk tetap dapat menggapai garis finish.

Ada rasa kehilangan. Mereka yang dulu sama-sama dibesarkan dalam satu laboratorium tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Parahnya ada pula yang justru menjadi batu sandungan dalam perjalanan. Ada seseorang yang berbisik, "begitulah hati, hanya Allah yang punya kehendak membolak-balikkan". Meski tak ada jaminan orang yang berkata ini akan istiqomah. Akhir, hanya Allah yang tahu. Tapi dari sinilah akhirnya kami menemukan bahwa hadis Nabi ini telah menggambarkan dengan terang. "Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah" (HR Ibnu Hibban). Berlari kencang bahkan sampai meninggalkan kawan-kawannya, tapi di tengah perjalanan justru menyatakan berhenti adalah pilihan yang amat tidak tepat. Wajar saja, dia kelelahan! Dia menemukan kejumudan! Ini adalah masalah pertama yang alami. Namun seharusnya saat kelahan itu dia semakin mendekat dengan la ilaha illallah. Bertahan di dalam lingkungan yang akan membantunya untuk menjaga energinya tetap stabil, meski telah amat memaksakan diri berlari kencang. Lingkungan ini pula yang akan mengingatkan "Hei, bersabarlah... Jangan tergesa-gesa". Dan sudah pasti, hati dan telinga ini harus setebal baja untuk dapat mendengar kalimat itu. Karena sudah pasti tidak hanya satu dua orang yang akan mengingatkan. Maka bertahanlah bersama "mereka"!

Lelah orientasi adalah masalah selanjutnya. Banyak di antara pelari itu membelot dan menjadi batu sandungan di tengah perjalanan. Kadang mereka seperti sebuah sel kanker stadium akhir. Menggerogoti tubuh dari dalam dan amat sulit disembuhkan. Tak jarang penderitanya harus menghembuskan nafasnya yang terakhir. Hilanglah ia dari radar bak pesawat siluman atau pergi jauh tak tertangkap lagi oleh radar.

Perjalanan yang seharusnya berorientasi kepada la ilaha illallah, bergeser seratus delapan puluh derajat. Syahwat politik dan cinta menjadi ujian nyata di laboratorium candradimuka. Bukan berarti menyalahkan politik dan cinta, karena keduanya bersifat netral. Hanya saja, ide dalam otaklah yang lebih berbahaya jika gagal disandingkan dengan iman. Betapa rendahnya akal jika tak disandingkan dengan iman, dan betapa semunya iman jika tak bersanding dengan akal. Keduanya adalah konotasi yang saling berkaitan. Butalah ilmu tanpa iman dan lumpuhlah iman tanpa ilmu. Belum lagi bicara persoalan adab. Adakah kepala semakin tegak setinggi bukit karena ilmu yang dimiliki? Padahal baru seumur jagung menimba ilmu dan tak sebanding dengan samudra ilmu pengetahuan milik Allah. Maka banyak para pelari yang justru tersesat di belantara dunia, karena buta tak tahu arah dan tujuan. Kecewa syahwatnya tak terpenuhi hingga akhirnya pergi meninggalkan "mereka" orang-orang yang mencintaimu karena Sang pemilik ilmu. Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanNya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS Al-Kahfi: 28).

Turbulensi apapun yang engkau alami, bersabarlah engkau bersama-sama dengan "mereka". Seperti inilah jalan yang akan dilalui saat engkau memilih intima' dengan jalan ini.  Bertahanlah disini, hingga satu demi satu kita dipanggilNya menghadap mempertanggung jawabkan perjalanan yang telah ditempuh. Dan bersiap siagalah! Semoga Allah istiqomahkan. Aamiin...

Minggu, 05 April 2015

Memperbaiki Indonesia

Jika ditanyakan kepadamu sebuah pertanyaan , "Apa masalah mendasar yang terjadi di Indonesia?" Maka apa jawaban yang akan kamu berikan?

Teringat dengan Abdur jebolan stand up comedy salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. Di awal stand upnya dia bercerita bahwa Indonesia ini bagaikan kapal tua yang sudah tujuh kali berganti nahkoda. Tapi ternyata kapal tua yang bernama Indonesia ini belum juga dapat berlayar dengan stabil. Seperti ada yang salah dengan kapal tua yang sedang mencoba mengarungi samudra ini.

Pertanyaan pembuka di atas adalah sebuah pertanyaan yang Maz Aza (Ketua KAMMI Wilayah DIY) tanyakan kepada seluruh peserta dalam salah satu diskusi Daurah Marhalah 3 (DM3) Jogja (Program kerja kaderisasi KAMMI Wilayah DIY). Banyak jawaban yang dilontarkan oleh peserta DM3 Jogja. Mulai dari masalah politik, hukum, ekonomi, kepemimpinan, sampai masalah pendidikan. Saat itu menurut penulis semua jawaban yang peserta berikan dalam diskusi itu benar, tapi hanya saja penulis merasa ada sesuatu yang seharusnya menjadi benar-benar dasar dari permasalahan itu. Seperti halnya sebuah sungai yang mengalir sampai ke muara. Pasti ada hulu dari sungai itu tempat suatu sungai bermula, dan tempat sumber-sumber airnya berlokasi. Permasalahan yang terjadi di Indonesia pasti ada hulunya. Hulu permasalahan yang menyebabkan kapal tua Indonesia ini belum bisa berlayar dengan stabil.

Setelah merenungi hulu persoalan itu, akhirnya penulis menyimpulkan sebuah jawaban yaitu kemiskinan. Kemiskinan yang dimaksud yaitu kemiskinan iman dan kemiskinan material. Maksudnya adalah berkaitan dengan kebodohan dalam hal beragama dan dunia. Dua masalah ini memiliki hubungan konotasi yang sangat erat. Misalnya pertama, adalah Bangsa Qurasy yang disebut sebagai orang jahiliyah, bukan karena mereka bodoh dalam hal ekonomi, tapi karena bodoh dalam hal beragama. Allah berfirman, "Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS Quraisy: 1-4). Kejahiliyahan Bangsa Qurasy juga digambarkan oleh Ja'far bin Abi Tholib dihadapan raja Najasyi: "Wahai raja, ketika kami masih hidup di jaman jahiliyah, kami menyembah patung, senantiasa makan bangkai, senang pada barang keji, kami putuskan tali kekeluargaan dan hubungan baik dengan tetangga dan kami selalu memusuhi orang lemah".

Kedua, diantara sebab kemiskinan material adalah kebodohan dalam beragama. Sebagaimana firman Allah, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS Al-A'raf: 96). Sebagai contohnya adalah bencana narkoba yang melanda Indonesia. Meski memang bencana ini menyerang banyak kalangan tapi pemuda sebagai aset utama bangsa ini adalah korban utamanya. Pendidikan agama yang lemah menyebabkan pemuda negeri ini amat rawan terserang bencana narkoba. Belum lagi permasalahan sex bebas yang korbannya mulai dari pejabat sampai anak-anak sekolah dasar. Masyarakat justru lebih sibuk dalam perdebatan ritual-ritual keagamaan yang kadang menimbulkan gesekan horizontal. Negara yang mayoritas muslim ini, justru menjadikan agama tak lebih sebagai komoditas untuk melegitimasi kekuasaan. Alih-alih menjual revolusi mental yang terjadi ternyata sebaliknya. Negara ini belum lama telah memblokir situs-situs Islam yang dianggap mengajarkan radikalisme. Padahal sekali lagi justru masalahnya adalah karena kebodohan dalam beragama yang menyebabkan semua masalah ini terjadi, bencana narkoba, sex bebas, hingga radikalisme. Masalah korupsi yang menyerang para pejabat negeri ini juga tak kalah mengerikan. Orientasi materi dengan melupakan orientasi akhirat benar-benar telah menggelapkan hati para pejabat. Mereka tak takut lagi dengan Tuhannya yang senantiasa mengawasi. Maka wajar jika banyak aset negara yang justru dijual kepada asing. Kebdodohan yang melanda Negara Indonesia menyebabkan begitu mudahnya kekayaan negara diserahkan kepada orang lain. Miskinlah negara yang kaya ini!

Maka pertanyaannya pun berlanjut. Bagaimana cara mengatasi permasalah yang ada di Indonesia?

Berkaca dari dakwah Rasulullah Muhammad Saw, mulai dari fase sirriyatud dakwah sampai fase jahriyatud dakwah. Dakwah pertama yang beliau lakukan pertama kali adalah dakwah aqidah; memperbaiki kejahiliyahan yang melanda Bangsa Qurasy. Allah berfirman, "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku." (QS Al-Anbiya: 25). Selain masalah tauhid, kejahiliyahan yang Ja'far bin Abi Tholib gambarkan amat jelas bagaimana buruknya akhlak Bangsa Qurasy. Maka Rasulullah pun bersabda, "Sesungguhnya aku diutus ke bumi hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak." Dan Allah juga berfirman, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS Al-Ahzab: 21).

Pokok dari perbaikan itu terletak pada perbaikan aqidah masyarakatnya. Masyarakat beserta pemimpinnya harus kembali kepada agamanya sebagai pembimbing hidupnya. Agama yang akan membimbingnya dalam mengarungi samudera yang penuh dengan gelombang dan badai yang siap menerjang. Agama ini pula yang akan memperbaiki akhlak pemimpin dan rakyat Indonesia. Seperti yang Rasulullah lakukan kepada masyarakat arab yang jahiliyah dan terbelakang, menjadi masyarakat yang lebih beradab. Sehingga terciptalah sebuah negeri madani yang menjadi sumber peradaban baru dunia. Peradaban yang muncul di tengah-tengah dua imperium besar, Persia dan Romawi yang kelak akan ditaklukkan oleh peradaban Islam.


Lalu dengan kondisi yang sudah amat tertinggal akankah Bangsa Indonesia mampu menjadi masyarakat madani?

Pertama-tama penulis jelaskan apa yang dimaksud dengan Masyarakat Madani. Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad Saw di Madinah. Masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain egaliteran (kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah. Lebih lanjut, Anwar Ibrahim (mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia) menjelaskan, bahwa masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.

Maka tidak ada cara lain untuk memperbaiki Indonesia agar mampu menjadi masyarakat madani adalah dengan mengikuti petunjuk yang Allah dan RasulNya contohkan. Merujuk kembali kepada dasar dari syari'at yang terdapat dalam Agama. Syari'at yang telah membimbing peradaban Islam – Negara Madani di tanah Arab – menemui kejayaannya. Sebagaimana yang Imam Malik sampaikan, bahwa "Umat Islam tidak akan kembali mencapai kejayaannya sebelum mereka kembali melakukan apa yang umat terdahulu lakukan. Yaitu kembali kepada Al-Qur'an dan Sunah". Artinya mau tidak mau jika Indonesia ingin serius memperbaiki Negara, maka mau tidak mau Indonesia harus menjadikan agama sebagai dasar pijakan dalam setiap aspek kehidupan individu maupun sosial.

Merujuk kepada dasar Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila. Pasal pertama dengan jelas menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Aapalagi di dalam Preambul UUD 1945 alenia ketiga dengan amat jelas menyebutkan “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…” Yang artinya, bahwa negara ini tidak bisa dilepaskan dari konsep ketuhanan. Keberadaan agama untuk membimbing berlayarnya kapal yang bernama Indonesia ini menjadi sebuah keniscayaan. Terutama adalah bidang pendidikan sebagai tools yang akan menciptakan pemimpin-pemimpin muda, aset utama bangsa ini. Pendidikan inilah yang akan membentuk nalar intelektualitas dan moralitas dari pemuda-pemuda yang akan mengisi pos-pos strategis di negara ini. Pemuda-pemuda segar dengan intelektualitas dan moralitas serta kecintaannya terhadap agama dan negaranya. Maka bukan tidak mungkin kapal yang bernama Indonesia ini akan dapat berlayar dengan gagahnya, mengarungi samudera kehidupan yang penuh dengan gelombang yang menerjang-nerjang. Karena memiliki awak kapal yang cerdas dan bermoral sehingga mampu bersaing dengan kepala yang telah tegak dan hati yang lurus penuh ketundukan kepada Allah Swt.