Selasa, 02 Juni 2015

Sama-sama Diam


Kini hari-hari seperti aku tak pernah mengenal mu. Tak ada sapa atau tanya. Perjumpaan kita diisi dengan senyum malu-malu. Bahkan kadang lebih tragis. Kita sama-sama diam tak berkutik. Asik menikmati waktu-waktu sendiri. Tapi aku, diam ku penuh kepura-puraan. Entah, kamu melakukan hal yang sama dengan ku atau tidak. Yang aku rasakan saat tak sengaja  atau lebih tepatnya itu adalah kesengajaan yang ku buat – menyapa mu, kamu tampak antusias. Seperti merindukan percakapan kita. Sekali lagi, itulah yang aku rasakan.

Seperti nampak mudah untuk membuat sebuah keputusan. Mengambil pilihan sikap yang akan merubah hidup ku dan hidup mu, hidup kita. Pilihan untuk menghilangkan keraguan yang membutuhkan dengan segera sebuah kepastian. Waktu itu semua nampak indah. Ada banyak perasaan yang ingin aku sampaikan. Kita pernah berjalan bersama dan berhenti bersama dengan irama yang sama. Kita juga pernah menikmati hujan bersama. Dan hujan itu jua yang akan meluruhkan setiap jarak di antara kita. Menghanyutkannya hingga ke samudera, tapi aku tak bisa. Maka pilihannya untuk saat ini adalah kita sama-sama diam.

Biarkan untuk saat ini aku simpan kenangan-kenangan itu di sebuah tempat yang jauh. Aku juga tidak akan membuatkan peta jalannya, agar kenangan-kenangan itu tak mudah ditemukan. Atau aku akan bersembunyi di balik wajah kaku ku yang dulu. Wajah yang selama ini entah bagaimana caranya, saat aku mengenalmu, aku seperti lupa bagaimana cara menampilkannya. Aku menyerah kepada mu, setiap kali aku tak tega melihat mu terjatuh. Saat itu juga wajah kaku dan seram hilang seketika. Aku menyerah, aku kalah. Tapi kali ini, agar yang tak terungkap tetap menjadi rahasia, akan aku lakukan. Meski mungkin seperti yang sudah-sudah, sekali lagi, untuk kesekian kalianya aku menyerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar