Minggu, 30 November 2014

Mendengar; Berbagi Pundak

Mendengar adalah salah satu hal tersulit yang bisa aku lakukan. Aku bukan orang yang pandai mendengar. Aku sadar akan hal ini. Aku orang yang terlalu banyak bicara. Seperti halnya malam ini. Aku lebih banyak bicara daripada mendengar. Dan sahabatku di ujung telepon sana dengan setia mendengrakan keluh kesahku.
"Aku sedang sedih" Aku memulai percakapan melalui sebuah SMS.
"Sedih kenapa?" Tanyanya membalas.
Jawabku, "Tentang posisiku saat ini"
Lalu aku mulai meneleponnya dengan cepat. Aku sampaikan beberapa hal yang aku rasakan. Terima kasih sahabatku. Seorang sahabat yang sangat pandai mendengar. Suatu hal yang amat sulit dilakukan oleh banyak orang. Dan dia adalah salah satu orang terbaik yang mampu mendengarku. Tentunya tidak hanya aku. Banyak sahabat lain yang juga dia tampung keluh kesahnya.
Mendengar adalah seperti sedang berbagi pundak kepada orang lain. Beban berat yang dipikul sendiri akan menjadi ringan saat beban itu dibagi. Dia yang pandai mendengar berarti telah membiarkan pundaknya turut memikul beban yang orang lain pikul. Malam ini aku sedang membagi beban di pundakku ini dengannya. Tapi bagaimana denganku? Aku seperti tak pernah bisa belajar dengan arti kata MENDENGAR. Padahal sudah amat sering aku membagi beban berat di pundakku ini dengan orang lain. Aku merasa menjadi amat egois. Seperti hidup hanya berkisah tentang AKU.
Terima kasih untuk mu sahabatku yang telah mau menjadi pendengar yang baik. Rasanya terlalu sedikit kata terima kasih yang aku sampaikan padamu. Aku berdo'a semoga Allah memberikanmu kelapangan. Merahmati setiap langkahan kakimu. Aku juga ingin menjadi pendengar yang baik, tak hanya bercerita saja. Menjadi pendongeng yang bercerita tentang AKU.

Malam di Malioboro
#Ra

Rindu; Bukan Wewenangku

Tentang rindu. Itu bukanlah wewenangku untuk menjawabnya. Karena aku tak pernah mengerti tentang sesuatu yang aku rasakan di hati. Bila memang itu rindu, aku sendiri tak mengerti arti rindu yang bahkan sering aku bicarakan. Seperti tak nampak dewasa memikirkan hal semacam ini. Seperti tak ada aktivitas yang lebih bermanfaat dari sekedar berputar-putar pada satu kata rindu. Biar saja aku tak mengerti sampai waktunya aku memang harus mengerti. Kapan? Entahlah, aku sendiri tak mengetahui waktunya. Karena itu juga bukan wewenangku untuk mengaturnya.

Rahasia Apa?

Tentang rahasia | Maka itulah cinta | Semakin sulit ditebak | Maka cinta semakin romantis | Karunia Allah untuk segenap makhluknya | Untuk menjadikan bumi ini berwarna | Maka pena ini akan bermuara di ujung perjalanan cinta

Laskar 9


Apa kalian tahu?
Ada ketidakrelaan yang dalam hati saat kalian satu demi satu melangkah keluar dari pintu gerbang itu. Tapi aku memang harus merelakan. Kita pasti akan dipertemukan di medan yang lain, insyaAllah.
Meski singkat, tapi ini seperti akan melekat selamanya. InsyaAllah...
#Laskar9

Sabtu, 29 November 2014

Harapan Hujan


Ada kisah indah saat hujan berakhir. Kisah tentang pelangi. Tentang warna biru yang menenangkan. Kisah tentang hijau yang menyejukkan. Merah yang berkisah tentang amarah. Dan tentang jingga yang menyimpan banyak kenangan. Mungkin aku juga adalah pecinta hujan. Yang menantikan kisah indah di akhirnya.
Sayangnya tak semua hujan berakhir dengan pelangi. Kadang hujan harus berakhir dengan mendung gelap. Berselimutkan udara dingin yang mencekam. Hujan berakhir kegelisahan. Tiap tetes hujan bercerita tentang penyesalan. Meski hujan telah berakhir tapi ternyata mendung belum berakhir.
Namun ada hal yang harus kita percayai tentang hujan. Dalam hujan selalu ada harapan. Mereka yang mencintai hujan berharap akan ada pelangi di akhirnya. Setidaknya hujan tidak berakhir dengan mendung gelap. Dalam hujan selalu ada harapan. Tentang pelangi yang mengisahkan banyak warna. Mereka berpadu serasi menciptakan pelangi cantik yang terlukis di langit. Menjadikan senja tak hanya jingga. Ada warna pelangi saat langit senja. Setidaknya kita bisa mempercayai itu. Bahwa akhir dari hujan adalah kisah tentang pelangi. Yang menjadikan senja tak hanya jingga.

#Ra

Hujan Tanda Cinta


Perlahan rintik hujan jatuh dari atap genting. Meski hujan daras mengucur dari langit. Tak menjadikan genting pecah berantakan. Inilah cinta Allah kepada makhluknya. Dia tak jatuhkan air seperti air yang jatuh dari gayung. Mungkin genting-genting tak kuat menahannya. Pepohonan kan tumbang diterpanya. Banjir dimana-mana. Karena tak mampu tanah menyerapnya.
Air hujan turun menjadi rintik. Menjadi indah saat dipandang. Tetes demi tetes menerpa dedaunan pohon. Ada keterpaduan disana. Hujan rintik ini akan memberikan pesan cintanya di akhir episode. Sebuah pelangi. Tanda cinta dari yang Maha cinta

#Ra

Kamu Lebih Tahu

Mungkin kamu lebih tahu. Kamu bisa melihat bagaimana reaksi kimia yang terjadi di wajahku. Tatapan mata yang menghindar. Bibir yang bergetar saat berkata. Kusak-kusuk tak PeDe karena memendam malu. Pasti kamu bisa melihatnya kan? Ada yang aneh dengan diriku saat tatap mata memandang pada satu arah. Saat itu pula aku teringat nasihat teman, itu adalah godaan syetan. Aku mengangguk dan membenarkannya. Reaksi kimia ini hanya angan-angan yang tak nyata.

#Ra

Rabu, 26 November 2014

Celotehku

Perjalanan hampir usai
hati merasakan gunda
bukan karena tak rela
hanya siapkah mereka berkelana
seperti saat pertama kali kami berkelana
berada di ujung kesepian


Aku berujar
mereka hanya butuh kepercayaan
seperti saat pertama kali kami berkelana
toh mereka punya Tuhan
iya kan?
Allah pasti akan membimbingnya

Jalanan

Langkah kecil mondar-mandir di tengah keramaian. Genjreng-genjreng suara gitar dialunkan. Dengan penuh ekspresi tangan menengadah. Mengharap iba dari para pengendara. Meski sekedar untuk membeli nasi kucing dan air es.
Jalanan memang kejam. Tak peduli berapapun usianya. Di jalanan tak kenal istilah HAM. Mereka hanya tahu cari makan. Meski banyak di antaranya hanya kepura-puraan. Hanya enggan mencari jalan yang jauh lebih layak.
Lalu salah siapa? Adakah yang akan bertanggung jawab? Haruskah mereka yang di jalanan yang bertanggung jawab? Saat tangan tak kuasa memberi. Bukan karena kami tak mampu. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab? Ataukah mereka yang ada di dinas sosial? Hanya jadi ocehan pengamat!
Bertanya hanya akan menyesakkan hati. Merenung hanya  menyempitkan jiwa. Tidakkan kita semua bertanggung jawab? Agar mereka mendapat sesuatu yang layak? Apa mungkin sebenarnya mereka dipelihara. Tetap begitu entah sampai kapan.

Minggu, 23 November 2014

Just For You L9


Mungkin karena lagi kangen kalian. Iya aku memang lagi kangen. Kayanya sih aku memang kangen deh sama kalian. Saking kangennya gx tahu mau ngomong apa. Cuma kata-kata itu aja yang nyeplos dari mulut. Apalagi kalian sekarang sudah mulai jarang terlihat di kampus. Wajah senyum dan tawa itu. Jutek judes dan nyebelin itu. Semuanya tentang kalian, aku kangen. Kerja bareng, berkringat bareng, laper juga bareng.
Ehmmmmm.... Isesng-iseng pengen buat sesuatu tapi itu juga terserah kalian sih. Aku cuma iseng desain aja. Tapi kayanya bagus. Ada rencana kalo mau tak bikin pribadi aja tapi biar aku bagi deh sama kalian. Mungkin kalian tertarik juga untuk buatnya. Bisa jadi kenangan selain jaket lembaga yang kerjaannya seabreg. Kadang kalo pake mungkin jadi ingat gawean yang dulu "semrawut". Hehehe.....
Apapun deh, ini aku persembahkan. Eh maksudnya aku desainkan kenang-kenangan untuk kalian. Model dan warnanya bisa dipilih. ^_^

Kamis, 13 November 2014

Dalam Jeda

Setiap manusia adalah koma dan akan menjadi titik saat kematian datang. Koma adalah sebuah jeda. Perjalanan kita pun hanya sebuah jeda sebelum menjadi sebuah titik. Dalam jeda kita akan dihadapkan dengan banyak pilihan. Akankah kita menjadi tanda seru saat melihat kalimat-kalimat dusta. Atau kita hanya akan menjadi sebuah tanda tanya. Pura-pura bodoh tak mengerti.

Jeda adalah perjalanan panjang. Bukan titik bukan akhir. Ada kehidupan setelah jeda yang harus diperjuangkan. Atau hanya akan sia-sia saat jeda menjadi titik. Perjalanan jeda adalah kata. Yang tersusun dari banyak huruf. Akan menjadi kata yang indah saat kita mengerti makna sebuah pesan dalam jeda. Pesan dari penguasa jeda dan titik.

Dalam jeda detik tetap berputar. Meski dalam jeda kita duduk santai atau dalam jeda kita berlari kencang. Itu adalah pilihan. Tapi bagi manusia yang mengerti makna jeda. Dia akan menjadikan setiap detik dalam jeda adalah pahala. Tak menyia-nyiakan detik dalam jeda. Bersantai-santai seolah takkan pernah bertemu titik. Karena kalimat indah tetap harus berakhir dengan sebuah titik.

#Ra

Selasa, 11 November 2014

Hujan di Balik Jendela

Aku suka hujan, dia menyejukkan. Dia membawa kehidupan di dunia, tapi hujan juga membawa dingin. Menjadikan jendela kaca berembun. Semakin menjelaskan makna kesendirian. Sendiri di balik jendela kamar, menikmati hujan. Menuliskan nama di balik jendela kamar yang berembun.

Aku suka hujan, karena dia membawa kesejukan. Melunakkan tanah yang kering karena kemarau panjang. Tanah yang berhamburan diterpa angin, menjadi debu, rapuh. Membutuhkan waktu yang lama untuk menyatukannya menjadi tanah. Tapi hujan, tiap tetesnya manyatukan. Merekatkan debu-debu yang berhamburan diterpa angin. Hujan membuat tanah yang kering menjadi dapat ditanami bunga-bunga yang cantik. Di balik jendela kamar aku melihat kelopak bunga membelai tetes-tetes hujan, serasi.

Aku suka hujan, dia menenangkan. Andai saat ini aku dapat menikmati hujan bersamamu. Seseorang yang menjadi rahasia Allah, yang akan datang seperti hujan, rahasia. Seseorang yang akan datang di waktu yang tepat. Menenangkan hati yang sendiri. Di balik jendela kamar aku menjadi tak sendiri, berdua kita dapat menikmati hujan. Menuliskan nama di jendela kamar yang berembun, bahagia.

#Ra

Senin, 10 November 2014

Tentang Kecemburuan

Tak semua cemburu itu berkonotasi negatif
Tak adil bagimu untuk mendefinisikan cemburu adalah negatif
Sedang bagi mereka cemburu adalah sebuah alasan
Seperti rasa cemburu Aisyah kepada Khadijah
Wanita agung yang sangat setia mendampingi Rasulullah di awal perjuangan risalah Islam ini
Atau kisah kecemburuan Umar kepada Abu Bakar
Saat harta yang diperjuangkannya untuk Islam menjadi tak sebanding jika disandingkan dengan apa yang diinfaqkan Abu Bakar
Atau kisah cemburu sahabat yang mencemburui seorang pemuda yang namanya dijanjikan oleh Rasulullah sebagai ahli surga karena amalannya
Sampai-sampai Mu'adz bin Jabbal merasa penasaran dan menginap beberapa malam di rumah pemuda itu
Untuk sekedar mencari tahu amalan sepesial apa yang menjadikannya seorang ahli surga
Cemburu tak selalu berstigma negatif
Bagi mereka cemburu adalah alasan untuk mendongkrak amalan
Cemburu adalah pemicu yang mendorong kebaikan
Tak ada salahnya cemburu
Jika cemburu pada akhirnya membuat waktu mereka semakin produktif dengan kebaikan
Jika cemburu itu membuat malam-malam mereka sibuk dengan dzikir untuk semakin dekat dengan-Nya
Menjadikan sepertiga malamnya untuk berduaan saja dengan Allah mencurahkan rasa cintanya kepada-Nya
Bagi mereka kecemburuan adalah energi untuk terus bergerak melahap habis amalan-amalan, sehingga menjadi alasan bagi Allah bahwa mereka pantas untuk berada di surga-Nya
Bahkan Allah-pun cemburu kepada mereka yang mengaku beriman tapi tidak patuh terhadap perintah dan larangan Allah
Seperti yang Bukhari dan Muslim sampaikan dalam hadisnya
"Sesungguhnya Allah-pun cemburu dan orang yang beriman juga cemburu.
Kecemburuan Allah, yaitu jika orang mukmin melakukan apa yang diharamkan"


#Ra

Sabtu, 08 November 2014

Tentang Pesona Kematangan!

Tentang Pesona Kematangan!
Para pecinta sejati tidak memancarkan pesonanya dari ketampanan atau kecantikannya, atau kekuasaan dan kekayaannya, atau popularitas dan pengaruhnya. Pesona mereka memancar dari kematangan mereka. Mereka mencintai maka mereka memberi. Mereka kuat. Tetapi kekuatan mereka menjadi sumber keteduhan jiwa orang-orang yang dicintainya. Mereka berisi, dan sangat independen. Tapi mereka tetap merasa membutuhkan orang lain, dan percaya bahwa hanya melalui mereka ia bisa bertumbuh dan bahwa pada orang-orang itulah pemberian mereka menemukan konteksnya. Kebutuhan mereka pada lain bukan sebentuk ketergantungan. Tapi lahir dari kesadaran mendalam tentang keterbatasan manusiaan keniscayaan independensi manusia.
‪#‎AnisM‬atta

Cahaya

Tentang cahaya. Dia hadir begitu saja di sela-sela hati. Aku jadi bertanya tentang cahaya.
Mengapa dia hadir? Mengapa dia bisa merasuk ke dalam sela-sela hati?
Aku tak tahu. Hanya saja aku tak berharap itu hanya sebuah rasa.
Jika Allah hadirkan cahaya itu hanya untuk sebuah rasa. Aku tak membutuhkannya.
Karena aku rasa bukan itu maksudnya. Rahasia.
Tentang cahaya. Aku harap cahaya akan menjadi penerang jalan, yang akan menemaniku menujuNya.
Tentang cahaya. Aku harap cahaya adalah cahaya yang akan semakin mendekatkanku padaNya.
Agar aku tak jatuh. Agar aku tak menabrak tembok yang berdiri kokoh, atau pohon besar yang tumbuh rindang di tengah-tengah perjalanan.
Tapi rahasiaNya itulah yang membuat cahaya menjadi romantis. Aku tak tahu apa tujuan hadirnya cahaya. Biar saja itu jadi rahasiaNya. Allah punya cerita yang lebih indah. Dan Allah tahu akhir cerita indah itu.

#Ra

Read It Where Ever You Are

Tak ada lelah yang tak terobati. Lelahnya jasad karena berawal dari lelahnya jiwa. Biar pundak tak memikul sendiri bebannya. Masih ada jiwa yang selalu bersemangat...
Kapanpun, dimanapun, selalu...



Read It Where Ever You Are!
Al-Qur'an...

Jumat, 07 November 2014

Purnama yang Gagah

Bulan purnama dia nampak gagah
Bersinar di keheningan malam
Sendiri tak bersama para bintang
Kadang awan menutup kewibawaannya, kelam
Perlahan tapi pasti awan itu menyingkir
Membuka tabir malam yang sejatinya gelap, kelam
Dia tak pernah tangung-tanggung dalam mengantarkan sinarnya
Cahaya keemasan khas purnama menembus sampai kesela-sela dinding kamar
Dingin nan sepi berubah penuh cahaya
Tapi purnama tetap sendiri
Tak nampak tanda-tanda bintang-bintang akan muncul
Setidaknya menemani purnama malam ini, tidak
Purnama nampak menikmati kesendiriannya
Cahayanya semakin gagah saat malam semakin larut
Tapi aku, mata yang mulai kantuk
Jari-jemari yang sudah tak sanggup lagi menulis
Tak terasa kita berdua malam ini, aku dan purnama
Namun hakikatnya adalah tentang kesendirian, sepi
Aku dan purnama dalam keheningan tak saling bicara
Sejenak, hanya saling menatap, merenungi sepi
Ternyata kami benar-benar menikmatinya, sepi... sendiri

Selasa, 04 November 2014

Tetaplah Bergembira

Ada dalam kaidah fiqih berbunyi "Al amru idza dhoqat tasaa’ wa idzat tasaa…… Urusan itu kalau menyempit dia meluas, kalau meluas dia menyempit"
Itulah sebabnya ketika seluruh pasukan Khandaq sedang mengepung Madinah dan Rasulullah hanya mendapatkan sisa waktu 6 hari untuk bergerak membangun parit dengan lebar 6 m dan dalamnya 3 meter dan harus menutupi setengah kota madinah di tengah musim dingin. Dan yang mereka hadapi 10.000 pasukan koalisi.
Begitu tegangnya -begitu sempitnya- situasi ini sampai-sampai Allah menurunkan satu surat khusus dalam Al-Quran, surat Al-Ahzab. Coba perhatikan al quran melukiskan situasinya dalam bentuk lukisan fisik… (QS Al-Ahzab:10-11).
Wa idz zaa ghotil abshar (dan ingatlah tatkala mata kalian membelalak), wabalaghotil qulubul hanajir (dan jantung kalian sudah sampai tenggorokan), wa tadzunnuna billahidzdzununaa (dan kalian mulai menduga-duga yang buruk terhadap Allah), hunaalikab tuliyal mu’minun (ditempat itulah, di waktu itulah orang-orang mu’min diuji), wazulzilu zilzalan syadida (dan mereka digoncang segoncang-goncangnya).
Sangat jelas bagaimana sempitnya kondisi kaum muslimin saat itu.
Tahukah bagimana kondisi Rasulullah dan para sahabat saat itu? Dimanakah Rasulullah menjanjikan pembebasan Romawi itu? Dan kapan situasinya Rasulullah menjanjikan pembebasan Romawi itu? Justru ketika mereka semuanya sedang terkepung. Latuftahannar ruum…!!
Janji kemenangan itu hadir di saat kondisi sedang sangat sempit. Latuftahannar ruum…!!
Yang akan memenangkan pertempuran ini bukanlah siapa yang "mengalahkan" lebih banyak, tapi siapa yang bisa bertahan hidup lebih lama.