Jika
ditanyakan kepadamu sebuah pertanyaan , "Apa masalah mendasar yang terjadi
di Indonesia?" Maka apa jawaban yang akan kamu berikan?
Teringat dengan Abdur jebolan stand up comedy salah
satu stasiun televisi swasta Indonesia. Di awal stand upnya dia
bercerita bahwa Indonesia ini bagaikan kapal tua yang sudah tujuh kali berganti
nahkoda. Tapi ternyata kapal tua yang bernama Indonesia ini belum juga dapat
berlayar dengan stabil. Seperti ada yang salah dengan kapal tua yang sedang
mencoba mengarungi samudra ini.
Pertanyaan pembuka di atas adalah sebuah pertanyaan yang Maz
Aza (Ketua KAMMI Wilayah DIY) tanyakan kepada seluruh peserta dalam salah satu
diskusi Daurah Marhalah 3 (DM3) Jogja (Program kerja kaderisasi KAMMI Wilayah
DIY). Banyak jawaban yang dilontarkan oleh peserta DM3 Jogja. Mulai dari
masalah politik, hukum, ekonomi, kepemimpinan, sampai masalah pendidikan. Saat
itu menurut penulis semua jawaban yang peserta berikan dalam diskusi itu benar,
tapi hanya saja penulis merasa ada sesuatu yang seharusnya menjadi benar-benar
dasar dari permasalahan itu. Seperti halnya sebuah sungai yang mengalir sampai
ke muara. Pasti ada hulu dari sungai itu tempat suatu sungai bermula, dan
tempat sumber-sumber airnya berlokasi. Permasalahan yang terjadi di Indonesia
pasti ada hulunya. Hulu permasalahan yang menyebabkan kapal tua Indonesia ini
belum bisa berlayar dengan stabil.
Setelah merenungi hulu persoalan itu, akhirnya penulis
menyimpulkan sebuah jawaban yaitu kemiskinan. Kemiskinan yang dimaksud yaitu
kemiskinan iman dan kemiskinan material. Maksudnya adalah berkaitan dengan
kebodohan dalam hal beragama dan dunia. Dua masalah ini memiliki hubungan
konotasi yang sangat erat. Misalnya pertama, adalah Bangsa Qurasy yang disebut
sebagai orang jahiliyah, bukan karena mereka bodoh dalam hal ekonomi, tapi
karena bodoh dalam hal beragama. Allah berfirman, "Karena kebiasaan
orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan
musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan." (QS Quraisy: 1-4). Kejahiliyahan
Bangsa Qurasy juga digambarkan oleh Ja'far bin Abi Tholib dihadapan raja
Najasyi: "Wahai raja, ketika kami masih hidup di jaman jahiliyah, kami menyembah
patung, senantiasa makan bangkai, senang pada barang keji, kami putuskan tali
kekeluargaan dan hubungan baik dengan tetangga dan kami selalu memusuhi orang
lemah".
Kedua, diantara sebab kemiskinan material adalah kebodohan
dalam beragama. Sebagaimana firman Allah, "Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS Al-A'raf:
96). Sebagai contohnya adalah bencana narkoba yang melanda Indonesia. Meski
memang bencana ini menyerang banyak kalangan tapi pemuda sebagai aset utama
bangsa ini adalah korban utamanya. Pendidikan agama yang lemah menyebabkan
pemuda negeri ini amat rawan terserang bencana narkoba. Belum lagi permasalahan
sex bebas yang korbannya mulai dari pejabat sampai anak-anak sekolah dasar.
Masyarakat justru lebih sibuk dalam perdebatan ritual-ritual keagamaan yang kadang
menimbulkan gesekan horizontal. Negara yang mayoritas muslim ini, justru
menjadikan agama tak lebih sebagai komoditas untuk melegitimasi kekuasaan.
Alih-alih menjual revolusi mental yang terjadi ternyata sebaliknya. Negara ini
belum lama telah memblokir situs-situs Islam yang dianggap mengajarkan
radikalisme. Padahal sekali lagi justru masalahnya adalah karena kebodohan
dalam beragama yang menyebabkan semua masalah ini terjadi, bencana narkoba, sex
bebas, hingga radikalisme. Masalah korupsi yang menyerang para pejabat negeri
ini juga tak kalah mengerikan. Orientasi materi dengan melupakan orientasi
akhirat benar-benar telah menggelapkan hati para pejabat. Mereka tak takut lagi
dengan Tuhannya yang senantiasa mengawasi. Maka wajar jika banyak aset negara yang
justru dijual kepada asing. Kebdodohan yang melanda Negara Indonesia
menyebabkan begitu mudahnya kekayaan negara diserahkan kepada orang lain.
Miskinlah negara yang kaya ini!
Maka
pertanyaannya pun berlanjut. Bagaimana cara mengatasi permasalah yang ada di
Indonesia?
Berkaca dari dakwah Rasulullah Muhammad Saw, mulai dari fase sirriyatud
dakwah sampai fase jahriyatud dakwah. Dakwah pertama yang beliau
lakukan pertama kali adalah dakwah aqidah; memperbaiki kejahiliyahan yang
melanda Bangsa Qurasy. Allah berfirman, "Dan Kami tidak mengutus
seorang Rasul pun sebelum engkau melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku." (QS
Al-Anbiya: 25). Selain masalah tauhid, kejahiliyahan yang Ja'far bin Abi Tholib
gambarkan amat jelas bagaimana buruknya akhlak Bangsa Qurasy. Maka Rasulullah
pun bersabda, "Sesungguhnya aku diutus ke bumi hanyalah untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak." Dan Allah juga berfirman, "Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah." (QS
Al-Ahzab: 21).
Pokok dari perbaikan itu terletak pada perbaikan aqidah
masyarakatnya. Masyarakat beserta pemimpinnya harus kembali kepada agamanya
sebagai pembimbing hidupnya. Agama yang akan membimbingnya dalam mengarungi
samudera yang penuh dengan gelombang dan badai yang siap menerjang. Agama ini
pula yang akan memperbaiki akhlak pemimpin dan rakyat Indonesia. Seperti yang
Rasulullah lakukan kepada masyarakat arab yang jahiliyah dan terbelakang,
menjadi masyarakat yang lebih beradab. Sehingga terciptalah sebuah negeri
madani yang menjadi sumber peradaban baru dunia. Peradaban yang muncul di
tengah-tengah dua imperium besar, Persia dan Romawi yang kelak akan ditaklukkan
oleh peradaban Islam.
Lalu dengan kondisi yang sudah amat tertinggal akankah Bangsa Indonesia mampu menjadi masyarakat madani?
Pertama-tama penulis jelaskan apa yang dimaksud dengan
Masyarakat Madani. Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah
masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi
Muhammad Saw di Madinah. Masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan
ciri antara lain egaliteran (kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan,
toleransi dan musyawarah. Lebih lanjut, Anwar Ibrahim (mantan Wakil Perdana
Menteri Malaysia) menjelaskan, bahwa masyarakat madani merupakan sistem sosial
yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan
masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan
undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.
Maka tidak ada cara lain untuk memperbaiki Indonesia agar
mampu menjadi masyarakat madani adalah dengan mengikuti petunjuk yang Allah dan
RasulNya contohkan. Merujuk kembali kepada dasar dari syari'at yang terdapat
dalam Agama. Syari'at yang telah membimbing peradaban Islam – Negara Madani di
tanah Arab – menemui kejayaannya. Sebagaimana yang Imam Malik sampaikan, bahwa "Umat
Islam tidak akan kembali mencapai kejayaannya sebelum mereka kembali melakukan
apa yang umat terdahulu lakukan. Yaitu kembali kepada Al-Qur'an dan Sunah".
Artinya mau tidak mau jika
Indonesia ingin serius memperbaiki Negara, maka mau tidak mau Indonesia harus
menjadikan agama sebagai dasar pijakan dalam setiap aspek kehidupan individu
maupun sosial.
Merujuk kepada dasar Negara Republik Indonesia, yaitu
Pancasila. Pasal pertama dengan jelas menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Aapalagi di dalam Preambul UUD 1945 alenia ketiga dengan amat jelas menyebutkan
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…” Yang artinya, bahwa negara ini
tidak bisa dilepaskan dari konsep ketuhanan. Keberadaan agama untuk membimbing
berlayarnya kapal yang bernama Indonesia ini menjadi sebuah keniscayaan. Terutama
adalah bidang pendidikan sebagai tools yang
akan menciptakan pemimpin-pemimpin muda, aset utama bangsa ini. Pendidikan
inilah yang akan membentuk nalar intelektualitas dan moralitas dari pemuda-pemuda
yang akan mengisi pos-pos strategis di negara ini. Pemuda-pemuda segar dengan
intelektualitas dan moralitas serta kecintaannya terhadap agama dan negaranya. Maka
bukan tidak mungkin kapal yang bernama Indonesia ini akan dapat berlayar dengan
gagahnya, mengarungi samudera kehidupan yang penuh dengan gelombang yang
menerjang-nerjang. Karena memiliki awak kapal yang cerdas dan bermoral sehingga
mampu bersaing dengan kepala yang telah tegak dan hati yang lurus penuh
ketundukan kepada Allah Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar