Minggu, 05 April 2015

Memperbaiki Indonesia

Jika ditanyakan kepadamu sebuah pertanyaan , "Apa masalah mendasar yang terjadi di Indonesia?" Maka apa jawaban yang akan kamu berikan?

Teringat dengan Abdur jebolan stand up comedy salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. Di awal stand upnya dia bercerita bahwa Indonesia ini bagaikan kapal tua yang sudah tujuh kali berganti nahkoda. Tapi ternyata kapal tua yang bernama Indonesia ini belum juga dapat berlayar dengan stabil. Seperti ada yang salah dengan kapal tua yang sedang mencoba mengarungi samudra ini.

Pertanyaan pembuka di atas adalah sebuah pertanyaan yang Maz Aza (Ketua KAMMI Wilayah DIY) tanyakan kepada seluruh peserta dalam salah satu diskusi Daurah Marhalah 3 (DM3) Jogja (Program kerja kaderisasi KAMMI Wilayah DIY). Banyak jawaban yang dilontarkan oleh peserta DM3 Jogja. Mulai dari masalah politik, hukum, ekonomi, kepemimpinan, sampai masalah pendidikan. Saat itu menurut penulis semua jawaban yang peserta berikan dalam diskusi itu benar, tapi hanya saja penulis merasa ada sesuatu yang seharusnya menjadi benar-benar dasar dari permasalahan itu. Seperti halnya sebuah sungai yang mengalir sampai ke muara. Pasti ada hulu dari sungai itu tempat suatu sungai bermula, dan tempat sumber-sumber airnya berlokasi. Permasalahan yang terjadi di Indonesia pasti ada hulunya. Hulu permasalahan yang menyebabkan kapal tua Indonesia ini belum bisa berlayar dengan stabil.

Setelah merenungi hulu persoalan itu, akhirnya penulis menyimpulkan sebuah jawaban yaitu kemiskinan. Kemiskinan yang dimaksud yaitu kemiskinan iman dan kemiskinan material. Maksudnya adalah berkaitan dengan kebodohan dalam hal beragama dan dunia. Dua masalah ini memiliki hubungan konotasi yang sangat erat. Misalnya pertama, adalah Bangsa Qurasy yang disebut sebagai orang jahiliyah, bukan karena mereka bodoh dalam hal ekonomi, tapi karena bodoh dalam hal beragama. Allah berfirman, "Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS Quraisy: 1-4). Kejahiliyahan Bangsa Qurasy juga digambarkan oleh Ja'far bin Abi Tholib dihadapan raja Najasyi: "Wahai raja, ketika kami masih hidup di jaman jahiliyah, kami menyembah patung, senantiasa makan bangkai, senang pada barang keji, kami putuskan tali kekeluargaan dan hubungan baik dengan tetangga dan kami selalu memusuhi orang lemah".

Kedua, diantara sebab kemiskinan material adalah kebodohan dalam beragama. Sebagaimana firman Allah, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS Al-A'raf: 96). Sebagai contohnya adalah bencana narkoba yang melanda Indonesia. Meski memang bencana ini menyerang banyak kalangan tapi pemuda sebagai aset utama bangsa ini adalah korban utamanya. Pendidikan agama yang lemah menyebabkan pemuda negeri ini amat rawan terserang bencana narkoba. Belum lagi permasalahan sex bebas yang korbannya mulai dari pejabat sampai anak-anak sekolah dasar. Masyarakat justru lebih sibuk dalam perdebatan ritual-ritual keagamaan yang kadang menimbulkan gesekan horizontal. Negara yang mayoritas muslim ini, justru menjadikan agama tak lebih sebagai komoditas untuk melegitimasi kekuasaan. Alih-alih menjual revolusi mental yang terjadi ternyata sebaliknya. Negara ini belum lama telah memblokir situs-situs Islam yang dianggap mengajarkan radikalisme. Padahal sekali lagi justru masalahnya adalah karena kebodohan dalam beragama yang menyebabkan semua masalah ini terjadi, bencana narkoba, sex bebas, hingga radikalisme. Masalah korupsi yang menyerang para pejabat negeri ini juga tak kalah mengerikan. Orientasi materi dengan melupakan orientasi akhirat benar-benar telah menggelapkan hati para pejabat. Mereka tak takut lagi dengan Tuhannya yang senantiasa mengawasi. Maka wajar jika banyak aset negara yang justru dijual kepada asing. Kebdodohan yang melanda Negara Indonesia menyebabkan begitu mudahnya kekayaan negara diserahkan kepada orang lain. Miskinlah negara yang kaya ini!

Maka pertanyaannya pun berlanjut. Bagaimana cara mengatasi permasalah yang ada di Indonesia?

Berkaca dari dakwah Rasulullah Muhammad Saw, mulai dari fase sirriyatud dakwah sampai fase jahriyatud dakwah. Dakwah pertama yang beliau lakukan pertama kali adalah dakwah aqidah; memperbaiki kejahiliyahan yang melanda Bangsa Qurasy. Allah berfirman, "Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku." (QS Al-Anbiya: 25). Selain masalah tauhid, kejahiliyahan yang Ja'far bin Abi Tholib gambarkan amat jelas bagaimana buruknya akhlak Bangsa Qurasy. Maka Rasulullah pun bersabda, "Sesungguhnya aku diutus ke bumi hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak." Dan Allah juga berfirman, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS Al-Ahzab: 21).

Pokok dari perbaikan itu terletak pada perbaikan aqidah masyarakatnya. Masyarakat beserta pemimpinnya harus kembali kepada agamanya sebagai pembimbing hidupnya. Agama yang akan membimbingnya dalam mengarungi samudera yang penuh dengan gelombang dan badai yang siap menerjang. Agama ini pula yang akan memperbaiki akhlak pemimpin dan rakyat Indonesia. Seperti yang Rasulullah lakukan kepada masyarakat arab yang jahiliyah dan terbelakang, menjadi masyarakat yang lebih beradab. Sehingga terciptalah sebuah negeri madani yang menjadi sumber peradaban baru dunia. Peradaban yang muncul di tengah-tengah dua imperium besar, Persia dan Romawi yang kelak akan ditaklukkan oleh peradaban Islam.


Lalu dengan kondisi yang sudah amat tertinggal akankah Bangsa Indonesia mampu menjadi masyarakat madani?

Pertama-tama penulis jelaskan apa yang dimaksud dengan Masyarakat Madani. Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad Saw di Madinah. Masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain egaliteran (kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah. Lebih lanjut, Anwar Ibrahim (mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia) menjelaskan, bahwa masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.

Maka tidak ada cara lain untuk memperbaiki Indonesia agar mampu menjadi masyarakat madani adalah dengan mengikuti petunjuk yang Allah dan RasulNya contohkan. Merujuk kembali kepada dasar dari syari'at yang terdapat dalam Agama. Syari'at yang telah membimbing peradaban Islam – Negara Madani di tanah Arab – menemui kejayaannya. Sebagaimana yang Imam Malik sampaikan, bahwa "Umat Islam tidak akan kembali mencapai kejayaannya sebelum mereka kembali melakukan apa yang umat terdahulu lakukan. Yaitu kembali kepada Al-Qur'an dan Sunah". Artinya mau tidak mau jika Indonesia ingin serius memperbaiki Negara, maka mau tidak mau Indonesia harus menjadikan agama sebagai dasar pijakan dalam setiap aspek kehidupan individu maupun sosial.

Merujuk kepada dasar Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila. Pasal pertama dengan jelas menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Aapalagi di dalam Preambul UUD 1945 alenia ketiga dengan amat jelas menyebutkan “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…” Yang artinya, bahwa negara ini tidak bisa dilepaskan dari konsep ketuhanan. Keberadaan agama untuk membimbing berlayarnya kapal yang bernama Indonesia ini menjadi sebuah keniscayaan. Terutama adalah bidang pendidikan sebagai tools yang akan menciptakan pemimpin-pemimpin muda, aset utama bangsa ini. Pendidikan inilah yang akan membentuk nalar intelektualitas dan moralitas dari pemuda-pemuda yang akan mengisi pos-pos strategis di negara ini. Pemuda-pemuda segar dengan intelektualitas dan moralitas serta kecintaannya terhadap agama dan negaranya. Maka bukan tidak mungkin kapal yang bernama Indonesia ini akan dapat berlayar dengan gagahnya, mengarungi samudera kehidupan yang penuh dengan gelombang yang menerjang-nerjang. Karena memiliki awak kapal yang cerdas dan bermoral sehingga mampu bersaing dengan kepala yang telah tegak dan hati yang lurus penuh ketundukan kepada Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar