Selasa, 14 Januari 2014

Hikmah dari dua buku Filsafat (Tahafut Al-Falasifah dan Tahafut At-Tahafut)

Ada yang tahu buku berjudul Tahafut Al-Falasifah dan Tahafut At-Tahafut? Ini adalah buku yang cukup langka. Buku yang berisi argumen-argumen dari dua tokoh besar Islam. Ada yang tahu?

Yap... Beliau berdua adalah Ibn Rusyd dan Al-Ghazali, dimana kala itu Al-Ghazali mengkritisi para filsuf dan dengan tokoh besar beda zaman Ibn Rusyd mengkritisi Al-Ghazali yang telah mengritisi para filsuf muslim sebelumnya. Pada tulisan ini aku tidak akan mengungkapkan semua yang ada dalam dua buku tersebut. Hal menarik yang ingin aku sampaikan adalah mereka saling berargumen melalui sebuah karya. Bukan berdebat, berhadap-hadapan dan saling mengalahkan. Mereka memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya sebuah ilmu. Al-Ghazali mengkritisi para filsuf kala itu bukan tanpa sebab, hal menarik bagi saya adalah bahwa beliau tidak akan membahas panjang lebar sebuah ilmu ketika belum menguasainya. Ini artinya, beliau telah menguasai filsafat. Hal yang saya juga takjub adalah, Ibn Rusyd yang menjadi generasi penerus kejayaan Islam tak segan mengkritisi balik seniornya yang sebagaian ulama mengatakan bahwa puncak kejayaan ilmu pengetahuan Islam ada di masa Al-Ghazali. Karena ulama-ulama setelah beliau tidak banyak yang menghasilkan karya-karya besar seperti yang dilkukan oleh Al-Ghazali.

Sekali lagi aku tak akan menyampaikan banyak hal yang ada di sana. Tapi sebuah pelajaran berharga yang sekali lagi harusnya telah menampar kita semua. Karena kita telah terlalu lalai untuk mengutamakan ilmu. Yah... Ilmu yang sampai-sampai Imam Syafi'i rela berjalan bermil-mil dari Makkah ke Madinah untuk mencarinya, Umar bin Khatab rela bergiliran dengan tetangganya untuk mendengarkan wahyu atau hadits dari Nabi Muhammad Saw (Imam Bukhori meriwayatkan dalam Fatul Bari 167), dan kisah lain yang tentu seharusnya banyak yangkita tahu. Sekiranya itulah jeri payah para ulama terdahulu dalam mencari ilmu dan untuk diwariskan pada generasi setlah mereka, termasuk kita. Lalu apa yang akan kita wariskan pada generasi setelah kita? Aku sering mengutip teguran Allah pada hambanya dalam QS An-Nisa: 9.

Hal lain yang ingin aku sampaikan adalah tentang adu argumen yang Ibn Rusyd dan Al-Ghazali lakukan. Mereka memberikan sebuah nasihat dan kritik bukan saja dengan sebuah kalimat yang keluar dari mulutnya, tetapi dengan sebuah penjelasan runtut berikut dalil dan itu semua mereka tulis hingga menjadi sebuah karya besar. Aku rasa tak banyak hari ini para ilmuan yang melakukan saling berargumen melalui sebuah karya. Bisa kita contoh mungkin para ilmuan seperti Darwin (yang meski aku sendiri tak sependapat dengan teorinya yang telah diajarkan di sekolah-sekolah) dengan Ilmuan muslim yang telah membantahnya, Harun Yahya tentu di zaman yang berbeda pula. Tapi satu hal yang sekali lagi menarik adalah tentang bantahannya dengan sebuah karya besar.

"Islam tanpa ilmu buta ilmu tanpa agama lumpuh" itulah sebuah kalimat singkat nan penuh makna yang Ali bin Abu Thalib sampaikan. Setidaknya aku kembali mengingatkan diri sendiri dan tentunya teman-teman yang membaca note ini. Agar kita beribadah berlandaskan ilmu, ilmu yang kita miliki juga berlandaskan Islam yang penuh rahmat ini. Semoga semakin bijak dan bertanggungjawab terhadap diri yang punya hak ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar