Rabu, 29 Januari 2014

Budaya Politik dan Pembangunan Ekonomi (Albert Widjaja) "Resume dan analisis"

Definisi atau pengertian budaya politik yang dipakai dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dari konsep ideologi. Namun istilah budaya politik tetap dipakai di sini, karena istilah ideologi biasanya menyangkut masalah nilai yang hampir selalu dikaitkan dengan percaturan atau persaingan kekuasaan.
La palombara mempertajam sifat paradoks dari ideologi dengan mengatakan “Ideologi dapat saja bersifat dogmatis, tetapi tidak selalu demikian. Ia dapat saja bersifat Utopia meskipun tidak seharusnya. William E. Connoly, umumya menyampaikan bahwa,
“Ideologi adalah suatu kumpulan keyakinan tentang lingkungan sosial politik. Ia mencoba menerangkan pada kita bagaimana suatus sistem diorganisir, cita-cita apa yang harus diperjuangkan, lembaga dan saluran mana dapat dimanfaatkan secara efektif...”
Dia menmbahkan bahwa ideologi dapat mengandung asumsi dan keyakinan yang mungkin belum diuji kebenarannya, namun pada taraf tertentu telah langsun diyakinkan.
Seperti ideologi, budaya politik yang akan ditelaah ialah mengenai aspek generik dan sistem keyakinan dan pandangan yang mempengaruhi perilaku manusia, persepsi alam kesadarannya dan kecendrungan moralnya terhadap dunia, sejarah, proses kehidupan sosial-politik dan eknomi masyarakat. Namun tidak seperti halnya ideologi, budaya politik hampir selalu menonjolkan sifat netral dari ideologi dan sistem keyakinan yang berakar di masyarakat.

Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat, dengan ciri-ciri yang khas. Istilah nudaya politik yang dipakai di sini mencakup misalnya masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, serta gejolak-gejolak masyarakat. Namun budaya politik tidak hanya terbatas pada kepentingan atau kekuasaan politik, melainkan memasuki pula dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat luas.
Benedict R. O’G Anderson, secara khusus menekankan bahwa bahwa kebudayaan Indonesia cendrung membagi masyarakat secara tajam antara kelompok elit dan kelompok massa. Bagi seorang Indonesia tidak ada pilihan lain bila ia tidak menjadi pemimpin, ia harus menjadi orang biasa sebagai pengikut atau sebaliknya. Karena penelitian ini memusatkan perhatian pada budaya politikdari elite, maka salah satu media penting untuk mempelajari budaya politik elite ialah pernyataan-pernyataan mereka disurat kabar sebagai salah satu atau bahkan mungkin satu-satunya alat komunikasi yang penting untuk mempengaruhi masyarakat.
Untuk menganalisa kecendrugan para elite terhadap orientasi kepemimpinannya ditelusuri pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan: a) apakah mengutamakan kepemimpinan pemerintah dan menganggap pemerintah sebagai satu-satunya alat yang penting sebagai pembangunan masyarakat dan bahwa unsur non-pemerintah tak mampu sehingga menurut saja terhadap pemerintah; b) atau para elite lebih suka pada kemempinan bersama antara pemerintah dan masyarakat; c) apakah mereka memilih kepemimpinan yang berorientasi rakyat, melihat peranan pemerintah hanya sebagai alat untuk menumbuhkan kegiatan masyarakat sendiri.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa terjadi pergeseran sikap yang cukup berarti antara periode I dan II tentang perlunya kepemimpinan yang berorientasi rakyat. Masyarakat tidak begitu berminat untuk hanya dimobilisir kemana saja seperti yang diingini pejabat pemerintah. Nampak pejabat pemerintah juga sedikit terbuka terhadap kecendrungan tersebut, tetapi lebih suka dominasi dari mereka. Dalam hal ini ada sedikit percampur – adukan antara kepatuhan terhadap hukum dengan kepatuhan terhadap kebijaksanaan pembangunan di suatu pihak, keinginan pejabat dan pelaksanaan kebijakan ekonomi, cendrung dianggap sama dengan pelanggaran hukum, atau malah tantangan terhadappenguasa.
Pembangunan diharapkan dapat memperbaiki kehidupan rakyat, bukan hanya elite, baik tingkat pendapatan ekonomi, ketrampilan, status maupun tata hidup. Pada tahapan permulaan pembangunan, biasanya pertumbuhan ekonomi tidak merata, baik kegiatannya maupun hasilnya. Beberapa sektor ekonomi masih tertinggal dari yang lain. Beberapa daerah menonjolkan pertumbuhan ekonominya, yang lain masih sulit untuk memulai. Akan tetapi, pertumbuhan jangka panjang menuntut penyesuaian terus menerus agar lebih banyak orangterlibat dalam pembangunan dan menikmati pula hasilnya. Dalam hal ini mobilitas masyarakat harus diusahakan, untuk mengurangi ketimpangan ekonomi, menyembuhkan keresahan terhadap ketidakadilan, dan memperluas kestabilan politik yang dinamis.
Budaya politik yang dikembangkan para elite mempunyai cukup pengaruh pada kegiatan dunia usaha. Apa yang dikatakan atau dianjurkan oleh tokoh pemerintah dan tokoh masyarakat serta kebijaksanaan yang dilancarkannya mempunyai dampak cukup besar pada perilaku pengusaha-pengusaha maupun pekerja di dunia usaha. Jadi sukses tidaknya pembangunan ekonomi tidak hanya tergantung pada kegiatan ekonomi masyarakat, tetapi terpengaruh oleh kepemimpina para elite.
Pola kepemimpinan mempunyai dampak ang terbesar pada kegiatan-kegiatan ekonomi. Dalam teori tentang pembangunan, seperti dari Schumpeter, pola kepemimpinan dan sikap terhadap pembaharuan merupakan faktor pendorong utama dalam dinamika pembangunan.
Peran positif dari pola kepemimpinan elite di ats adalah bahwa semakin besar penekanan para elite untuk menumbuhkan inisiatif setempat (bukan menumbuhkan kepatuhan saja), semakin cepat pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai. Hal itu tidak berarti bahwa para elite harus membiarkan massa rakyat mencaro atau melakukan kegiatan pembangunannya sendiri. Dan tidak pula para elite harus menyiapkan rencana dengan pedoman ketat untuk melaksakanannya yang harus diturut seenuhnya oleh rakyat, dan tidak boleh ada inisiatif lain walaupun mungkin baik. Dalam hubungan ini Peter Bauer mengatakan
“... pengertian yang bisa diberikan tentang perencanaan komprehensif adalah sebagai pengontrolan pemerintah terhadap komposisi dan arah kegiatan ekonomi... tidak memperkembangkan sumber-sumber yan ada dan tidak memoderanisir pemikiran-pemikiran rakyat. Karena pelbagai sebab, proses yang demikian hanya menghambat dan tidak menunjang kemajuan ekonomi... Pertama, ia bertentangan dengan jiwa kemerdekaan diperlukan untuk membangun dan memupuk nilai-nilai kreatif dan eksperimental.”
Namun demikian, rencana pembangunan masih diperlukan. Yang penting adalah bagaimana menggunakannya. Yang mungkin tepat adalah bahwa rencana tersebut dipakai sebagai pedoman, bukan seperti undang-undang pidana, untuk memulai inisiatif rakyat pada tingkat bawah serta untuk memberi pertimbangan-pertimbangan agar rakyat mencari alternatifnya sendiri menuju kepada produktivitas yang optimal sesuai dengan kondisi lokal yang ada.

FB Rakhyan https://www.facebook.com/notes/rakhyan-risnu-sasongko/budaya-politik-dan-pembangunan-ekonomi-albert-widjaja-resume-dan-analisis/10150771389986502

Tidak ada komentar:

Posting Komentar