Selasa, 14 Januari 2014

Hanya Kurang Referensi Saja Kok....

Satu tahun mungkin waktu yang singkat bagi sebagaian orang. Mungkin juga menjadi waktu yang lama bagi sebagain yang lainnya. Aku lebih memaknai ini dengan satu kalimat yang cukup panjang, karena satu kalimat ini mungkin dapat mewakilinya. Bahwa dalam kurun satu waktu itu, aku telah menemukan banyak mutiara hikmah yang telah mengajarkan aku banyak hal.

Mutiara hikmah yang tentu tidak semua orang dapat menemukannya. Atau meski kita sama-sama berada di kapal yang sama, mungkin hati kita tidak akan menangkap mutiara hikmah yang sama meski hal itu mungkin saja terjadi. Bukan karena kebodohan yang kita miliki, karena aku tidak ingin menjustifikasi siapapun bodoh. Hanya saja aku lebih memilih menggunakan istilah yang pernah seseorang sampaikan padaku, "kita hanya kurang referensi" saja. Ternyata memang karena kita kurang referensi yang membuat hati dan akal kita tidak mampu menangkap sebuah mutiara hikmah yang ada di hadapan kita.

Kurangnya referensi membuat hati menjadi keras dan akal menjadi dangkal. Sesuatu yang ditangkap oleh orang lain sebagai mutiara hikmah, akan dia anggap sebagai sebuah murka Allah atau bahkan hati menjadi tak sabar dan bebal. Ujungnya adalah keluh dan kesah, marah dan murka, seolah dia adalah manusia yang paling susah dan payah. Pernahkah hati merasa demikian?

Hal lain yang mungkin menimpa kita adalah ujub. Kasus semacam ini banyak menimpa kita dalam kondisi sadar atau bahkan setengah sadar. Kondisi ini sangat menyedihkan, karena kerja-kerja yang sudah dibangun tiba-tiba runtuh karena keujuban hati. Atau merasa diri yang paling pantas dan berhak, atau malah merasa diri bodoh dan tak pantas, atau merasa bahwa urusan pribadi yang sudah seharusnya tidak ada di posisi itu karena "aku itu sudah tua, bukan saatnya lagi disini", atau karena aku sudah bosan ada di sini dan di situ. Yah... Aku juga kadang merasa demikian. Ingin sekali rasanya teriak kemudian lari dan sembunyi. Namun, apakah kita akan mendzolimi orang lain dengan keegoisan kita? Atau apakah kita tega mendzolomi orang lain dengan kegalauan kita? Kalau memang merasa kurang referensi, maka carilah sebanyak-banyaknya referensi. Akui kekurangan itu cukup sampai disitu, lalu carilah banyak referensi di seluruh hamparan bumi. Itulah sebab Allah menyuruh kita untuk IQRA.

Dangkalnya akal juga akan membuat cara pandang kita menjadi sangat terbatas sehingga akan berpengaruh pada kerja-kerja kita. Bukan saja berkaitan dengan mutiara hikmah, tetapi dangkalnya akal membuat referensi untuk membuat inovasi-inovasi kerja menjadi sangat minim. Akibatnya banyak produk-produk kerja yang kita ciptakan di lapangan hanya berbuah lelah dan sesal, meski tidak semendramatisir itu.

Menjadi sebuah kesadaran seharusnya untuk tidak pernah lelah mencari banyak referensi itu. Bagiku, aku tidak pernah puas dengan referensi yang aku miliki. Meski usia telah usang, aku sudah bosan di sini dan di situ, aku maih jauh dari pantas, atau hal lainnya. Tapi aku takingin karena kegalauanku, aku mendzolimi orang lain. Maka tugasku hanya memantaskan, bekerja sepenuh hati, bukan asal jadi. Mengutip kalimat seseorang, "Tidak perlu banyak menanyakan hal-hal yang seharusnya sudah selesai". Mungkin ada benarnya, jika kita sudah banyak referensi seperti yang telah aku sampaikan. Sehingga, hati dan akal yang sudah memiliki banyak referensi layaknya akan jauh lebih pandai bersikap, tenang bertindak, bijak berucap, hangat dalam berkawan, dan yang utama adalah semakin cinta kepada sumber utama dari referensi itu, Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar