Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS An-Nur: 55)
Makkah
dan Madinah adalah dua kota yang pada masa sebelum risalah Islam diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw, kehidupan bangsa Arab berada dalam kekacauan yang
luar biasa. Mereka menyekutukan Allah, banyak berbuat maksiat, tidak memiliki
norma, percaya kepada khurafat, dan berbagai bentuk kebobrokan moral
lain. Saat itu, memang hanya satu di antara dua orang ahlul kitab yang
berpegang dengan kitab yang sudah dirubah dan/atau dihapus, atau dengan agama
yang punah, baik bangsa Arab atau lainnya. Sebagiannya tidak diketahui dan
sebagian yang lain sudah ditinggalkan. Akibatnya, seorang yang umi hanya bisa
bersemangat beribadah namun dengan apa yang ia anggap baik dan disangka memberi
manfaat baik berupa bintang, berhala, kubur, benda keramat, atau yang lainnya.
Kehidupan
sosial kemasyarakatan dalam kaitannya dengan hubungan lain jenis pun sangat
rendah, khususnya di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sampai-sampai pada
salah satu cara pernikahan mereka, seorang wanita menancapkan bendera di depan
rumah. Ini merupakan tanda untuk mempersilahkan bagi laki-laki siapa saja yang
ingin ‘mendatanginya’. Jika sampai melahirkan, maka semua yang pernah melakukan
hubungan dikumpulkan dan diundang seorang ahli nasab untuk menentukan siapa
bapaknya, kemudian sang bapak harus menerimanya. Poligami saat itu juga tidak
terbatas, sehingga seorang laki-laki bisa menikahi wanita sebanyak mungkin.
Bahkan sudah menjadi hal yang biasa seorang anak menikahi bekas istri ayahnya
dengan mahar semau laki-laki. Jika perempuan itu tidak mau, maka laki-laki itu
akan memaksa wanita itu untuk menikah kecuali dengan siapa yang diizinkan
olehnya. Sehingga dalam banyak hal, wanita terdzalimi. Sampai yang tidak
berdosapun merasakan kedzaliman itu, yaitu bayi-bayi perempuan yang ditanam
hidup-hidup karena takut miskin dan hina. Hal inilah yang membuat Umar bin
Khatab menangis saat mengingat masa kejahiliyahannya dahulu dan dengan tega
mengubur hidup-hidup anak perempuannya.
Turunnya
risalah Islam kepada Rasulullah Muhammad Saw membawa perubahan besar untuk
bangsa Arab khususnya Makkah dan Madinah. Bangsa Arab menjadi bangsa yang
disegani karena keislamannya, tercatat dalam sejarah dua negara adikuasa saat
itu seperti Romawi dan Persia mampu dikalahkan oleh Bangsa Arab saat Islam
telah menjadi bagian hidup Bangsa Arab. Bahkan dalam sejarah tercatat bahwa
Islam telah mampu menguasai 2/3 dunia. Namun, bagaimana kondisi umat Islam pada
hari ini?
Indonesia
sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia ternyata belum mampu
berbuat banyak seperti halnya Negara Madinah atau Makkah yang dengan Islam
mampu menjadi pusat peradaban dunia. Seolah terdapat skat tebal yang membatasi
Islam dengan sebuah kejayaan. Umat Islam khususnya Indonesia hari ini jauh
tertinggal dengan bangsa-bangsa yang lain. Bangsa barat dengan leberal dan
sekulernya ternyata telah mampu menjadi pemimpin dunia hari ini. Syekh
Jamaludin Al-Afgani mengatakan bahwa melihat buruknya perikeadilan kaum
muslimin ini, sebagai hijab yang amat tebal yang membentengi bangsa-bangsa
barat dari Islam. ... Mereka mempertanyakan, "Apabila Al-Kitab ini
(Al-Qur'an) benar-benar membawa kebaikan, mengapa para penganutnya sendiri
seperti itu?"
Artinya
bahwa sesungguhnya ada hal yang tidak benar yang sedang berlangsung dalam
keseharian umat islam hari ini. Ada hal yang telah benar-benar berbeda anatar
generasi kita dengan generasi para sahabat, tabi'in dan ulama pada waktu itu.
Imam Malik pernah menyampaikan pesan menarik, "La yashluhu amru
hadzihil-ummati ila bima shalahu bihi awwaluh". Umat ini tidak akan
kembali jaya, kecuali dengan konsepsi lama yang telah membawanya dulu ke
jenjang kejayaan.
Maka
benarlah yang Allah firmankan dalam QS An-Nur ayat 55 yang telah pada paragraf
awal. Bahwa kelak "Islam akan berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa". Artinya Islam pada
masa sebelum ini benar-benar telah menjadi pusat peradaban dunia, sebuah
peradaban yang mampu menjadi pemimpin dunia. Dan dengan kondisi Islam hari ini,
kita telah dijanjikan oleh Allah akan kembali berkuasa di muka bumi ini. Tentu
tidak semudah membalikkan telapak tangan, ada syarat-syarat yang harus kita
penuhi terlebih dahulu, sebuah konsepsi yang akan membawa umat islam kembali
meraih kejayaannya.
Pertama, senantisa memperbaiki keimanan kita
dengan memahami kembali makna syahadatullah "laa ilaha illallah".
Dalam Ma'alim Fithariq Saydi Qutb mengatakan bahwa kalimat ini adalah sebuah
ikrar rasa cinta kita sebagai seorang hamba terhadap Tuhannya. Tidak ada Tuhan
yang lebih kita cintai kecuali hanya Allah semata. Kita sebagai hamba siap
dengan sepenuh hati melaksanakan kewajiaban kita pada Allah sebagai Tuhan kita
tanpa ada rasa berat. "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman
dengan ucapan yang teguh itu di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan
Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan berbuat apa yang Dia
kehendaki." (QS Ibrahim 27).
Memperbanyak
tilawah adalah salah satu carai dari untuk mempteguh keimanan kita, sebagai
penawar dari racun-racun kegalauan hati. Allah berfirman dalam QS Al-Israa’:
82 "Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang lalim selain kerugian." Al-Qur'an turun sebagai media
komunikasi Allah kepada manusia dan sekaligus sebagai sumber nilai dan tuntunan
bagi kehidupan mereka. Hal ini bisa dilihat dari tema-tema Al-Qur'an yang dapat
dikatakan berisi tiga ajaran pokok yang merupakan pedoman bagi kehidupan
manusia, yaitu: Pertama, petunjuk akidah atau tauhid, bagaimana manusia secara
tepat melihat posisi antara mereka dan Tuhannya. Kedua, petunjuk mengenai
syariat dan hukum serta ibadah baik mengenai hubungan dengan Tuhan maupun
sesama manusia, baik ibadah maghdah maupun ghairu maghdah. Dan ketiga, petunjuk
mengenai akhlak baik akhlak terhadap Allah, sesama manusia maupun dengan alam
semesta.
Kedua, menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai
petunjuk hidup, nafas kehidupan kita. Allag berfirman, "Bulan Ramadhan
yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan
menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan pertunjuk, dan (menjelaskan)
perbedaan antara yang benar dengan yang salah. ..." (QS Al-Baqarah: 185).
Dalam ayat ini jelas Allah mengatakan bahwa Al-Qur'an ini adalah sebagai
"hudallinnas" petunjuk hidup manusia. Sehingga Al-Qur'an ini
seharusnya menjadi bagian hidup kita, tidak hanya sekedar berbunyi atau
asesoris di rumah atau masjid. Pun dengan sunnah, kita dapat belajar dari
Muhammad Al-Fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel. Dia menjadikan
Sunnah Rasulullah sebagai teladan baginya. Diriwayatkan bahwa kelak konstantinopel
akan ditaklukkan oleh panglima perang terbaik, dan prajurit yang dipimpin
adalah prajurit terbaik. Kualitas Muhammad Al-Fatih beserta prajuritnya tak
perlu kita sanksikan lagi. Orang yang pandai dalam berbagai bidang, baik
astronomi, teknik berperang, bahasa, dan secara kualitas ruhiyahnya menjadi
keutamaan yang menjadikannya mampu menjadi seorang panglima terbaik. Sosok
panglima yang hafidz, tak pernah meninggalkan shalat rawatibnya,
qiyamullailnya, dan selalu shalat berjama'ah. Artinya bahwa, beliau secara
kaffah dalam bersislam, mengamalkan secara maksimal Al-Qur'an dan sunnah rasul
dan menjadikannya sebagai nafas dalam kehidupannya.
Ketiga, menjadikan Rasul, generasi sahabat, para
tabi'in dan ulama sebagai teladan dalam kehidupan kita. Dalam QS Hud ayat 120,
Allah berfirman "Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kedapamu
(Muhammad), agar dengan kisah itu kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah
diberikan kepadamu segala kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang
beriman."
Kita
bisa belajar dari kisah para sahabat, tentang perjuangan mereka dalam
menegakkan kalimatullah dengan mengorbankan darah dan harta mereka. Hanzalah Sang
'Ghasiil Al-Malaikat, seorang sahabat yang segera merespon seruan untuk
berperang, meski ia baru menikmati malam pengantin dan belum sempat mandi
hadats besar. Atau Imam Syahid Hasan Al-Banna yang berangkat menunaikan tugas
dakwah meskipun anaknya terbaring sakit. Beliau meyakini bahwa setelah usahanya
optimal untuk mengobati putranya, Allah Swt yang diharapkan ridhaNya dalam
menunaikan tugas dakwahnya, tidak pernah akan mengecewakan dirinya. Kisah-kisah
inilah yang akan menambah referensi kepada kita, dan menjadi pengingat kita di
saat kondisi keimanan kita sedang turun, sehingga diharapkan iman kita tidak
terjun bebas.
Keempat, persatuan dan tidak bercerai-berai.
Allah berfirman, "Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali agama
Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu masa jahiliyah bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu,
sehingga dengan karunianya kamu menjadi bersaudara, ..." (QS Ali Imran:
103). Kita bisa melihat dampak dari persatuan bangsa Arab yang kemudian
menjadikannya bangsa yang besar dan mampu memimpin dunia. Inilah urgensi dari
persatuan umat, sedangkan perpecahan hanya akan membawa kita kedalam kehancuran
dan kegelapan.
Kelima, mejauhi maksiat dan berbuat kebaikan.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, "Perlu diketahui bahwa perbuatan dosa
dan maksiat itu memiliki dampak yang buruk. ... Apa yang membuat Adam dan Hawa
harus keluar dari surga? Apa yang membuat iblis dilaknat, dikutuk, dan diusir
dari kerajaan langit?" Bahkan Umar bin Khatab mengatakan, bahwa dosa-dosa
yang dilakukan oleh musuhlah yang menjadikan kita memperoleh kemenangan, pun
dengan keutamaan kitalah kita mampu memperoleh kemenangan yang hakiki. Begitu
besar dampak dari sebuah kemaksiatan ini menyebabkan Kota Baghdad pada akhirnya
dapat diruntuhkan oleh pasukan Tartar. Pun Kekhalifahan Turki Utsmani yang
runtuh pada tahun 1928 karena hedonisme dan kemaksiatan yang terjadi di
internal pemerintahan. Umat berada dalam zona nyaman sehingga menjadi tidak
waspada. Benarlah kata Allah dalam QS Ali Imran ayat 200 "Wahai
orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu), dan bertkwalah kepada Allah
agar kamu beruntung". Dalam ayat ini orang yang beriman pun masih diminta
untuk bersabar dan setelah bersabar, kita masih diminta untuk meningkatkan
kesabaran dan senantiasa untuk bersiap-siaga tanpa lengah sedikitpun dengan
gelimang harta atau kemenangan yang kita raih. Pantaslah Allah menyuruh Nabi
Muhammad dalam QS An-Nasr saat penaklukan kota Makkah untuk beristighfar. Kita
diminta oleh Allah untuk senantiasa mengingat Allah, bahwa apa yang ada dalam
genggaman kita ini sejatinya adalah titipan Allah yang patut kita jaga.
Tak
boleh sedetikpun kita lalai atau mengendurkan kesiap-siagaan kita, karena musuh
senantiasa mengintai. Musuh di sini tidak hanya manusia, melainkan juga syetan
yang kita tidak pernah tahu kapan dan di mana dia akan menggoda kita,
mempersiapkan kita sebagai landasannya di neraka Allah.
Maka
seharusnya Islam dan dalam konteks Indonesia yang memiliki mayoritas populasi
muslim terbesar di dunia seharsunya mampu menjadi kunci dari kemenangan Islam.
Islam telah dijanjikan oleh Allah akan kembali berjaya, namun sekali lagi kita
harus mengingat bahwa kemenangan Islam akan kita raih ketika kita mampu
melaksanakan konsepsi yang pernah membawa Islam pada masa kejayaannya. Syekh
Muhammad Abduh mengatakan, "Kaum masehi maju karena mereka meninggalkan
agama mereka, sedangkan kaum muslimin mundur karena meninggalkan agama
mereka". Artinya kita harus kembali pada konsepsi Islam yang telah
membawanya pada kejayaan.
wallahu
a'lam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar