Jadi
teringat sebuah perjalanan semalaman penuh menggunakan kereta api
menuju Bandung, Jawa Barat tahun 2010 lalu. Aku yang saat itu adalah
angkatan termuda di kampus, melakukan perjalanan menggunakan kereta api
dalam sebuah tugas. Tapi sayang dalam perjalanan itu aku menghabiskannya
hampir penuh dengan berdiri, karena aku naik kelas ekonomi. Tak
tangung-tanggung, aku harus berdiri dari Jogja sampai di Tasik. Lumayan
bukan? Pertama kalinya aku naik kereta api dan menjadi pengalaman yang
masih aku ingat sampai hari ini. Bersama kakak-kakak tercinta satu
jurusan menuju Bandung untuk menghadiri agenda Himpunan Mahasiswa
jurusan kami. Tapi aku sedang tidak ingin membicarakan mengenai agenda
Himpunan Mahasiswa jurusan kami. Aku akan sedikit membagi catatan
sederhana ini, mengenai filosofi kereta api yang aku dapatkan dari
seorang kakak angkatan di fakultas dulu.
"Seperti sebuah kereta api yang sedang melakukan perjalanan panjang. Saat tiba di sebuah stasiun, maka disana akan ada penumpang yang turun, juga ada penumpag yang naik. Namun ada juga penumpang yang masih melanjutkan perjalanan menuju stasiun berikutnya, dan begitulah seterusnya. Itulah kita yang sedang melakukan perjalanan panjang menggunakan sebuah kereta api."
Entah
beliau sedang membicarakan apa, saat itu aku belum begitu mengerti
tentang filosofi kereta api yang sedang beliau bicarakan. Beberapa waktu
berselang, tepat saat momentum akhir kepengurusan sebuah lembaga Rohis
Fakultas, UKMF Jm Al-Ishlah, aku mulai mengerti tentang filosofi kereta
api. "Inilah stasiun pemberhentian baginya," kataku. Beliau dan
kakak-kakakku yang lain telah sampai di stasiun pemberhentian. Mereka
turun satu demi satu dengan menyampaikan pertanggung jawaban
masing-masing. Di saat itu, aku dan beberapa temanku harus melanjutkan
perjalanan. Dan di saat yang sama, bergantilah penumpang kereta bernama
UKMF Jm Al-Ishlah yang kami naiki. Sebuah pergantian kepengurusan
lembaga yang menjadi agenda tahunan. Ada yang harus turun tahta, tetapi
juga ada yang harus naik, dan ada yang harus bertahan sampai tiba di
stasiun pemberhentian selanjutnya.
Aku adalah salah satu penumpang
yang harus bertahan di kereta Al-Ishlah bersama teman-temanku yang
lain. Masing-masing kami harus duduk di kursi dan gerbong yang telah
disediakan. Kali ini aku tidak hanya menjadi penumpang biasa, melainkan
aku harus menjadi pemandu sebuah gerbong yang disebut departemen.
Filosofi
kereta api ini tidak hanya tentang kereta Al-Ishlah, namun juga tentang
kereta lembaga lainnya. Dalam momentum ini aku menjadi berfikir tentang
sebuah warisan. Bukan warisan sejumlah uang atau mobil mewah, tapi
tentang warisan bekal ilmu untukku mengarungi perjalanan di jalur rel
periode kepengurusan. Aku juga harus memikirkan bekal-bekal yang akan
aku wariskan kepada generasi yang akan melanjutkanku nanti. Sayang jika
dalam perjalanan nanti aku hanya menunjukkan pemandangan-pemandangan
indah kepada penumpang yang ada dalam gerbongku. Sedangkan dalam
perjalanan nanti, kita juga akan menjumpai beberapa terowongan gelap
yang membuat mata ini hanya akan melihat kegelapan di sepanjang
terowongan. Jika tak sabar, perjalanan hanya akan menjadi sekedar
perjalanan. Hanya lelah yang didapat. Sedangkan banyak hal menarik dalam
perjalanan tak dapat dinikmati.
Seperti pengalaman pertamaku
menaiki kereta api yang telah aku ceritakan di awal. Aku harus bersabar
berdiri dalam perjalanan menuju Bandung. Aku juga harus tetap bersyukur
karena tidak duduk sepanjang perjalanan sampai di Bandung.
Aduuuuuhhhhhhh...!!! Mantapnyaaa...!! Namun tetap menarik bagiku.
Lika-liku dalam perjalanan inilah yang akan memberikan pelajaran
berharga untuk para penumpang kereta sebuah lembaga. Lebih-lebih kadang
kala kami harus berbagi jalan dengan pedagang asongan yang lalu lalang
sepanjang perjalanan. Ada pedagang nasi uduk, serba-serbi minuman, atau
kacang godog. Semua ada deh, kecuali pedagang bakso atau mie ayam plus
gerobagnya. Hehehe... Yang membuat semakin menarik adalah mereka
berjualan lalu lalang berteriak dengan nada yang khas. Bikin perjalanan
tambah seru kan? Sebagai perokok pasif, aku juga sering kali merasa
tersiksa jika ada para perokok aktif mulai menyalakan sumbunya. Tapi mau
bagaimana lagi. Inilah kenikmatan menggunakan kereta api yang tentu
inilah kendaraan rakyat macam kami ini.
Dalam momentum akhir tahun
ini, aku sengaja sedang merefleksi satu periode perjalanan kereta api
yang telah aku tempuh ini. Sementara kereta api sudah hampir sampai di
stasiun pemberhentian. Mungkin aku akan turun disana dan bersiap
melakukan perjalanan dengan gerbong yang lain. Tak ada kata istirahat!
Ada banyak pertanyaan yang terlontar sepanjang momen akhir perjalanan
ini. Sudahkah aku melaksanakan tugasku dengan baik? Sudahkah aku banyak
mengambil hikmah dan pelajaran dari perjalanan ini? Dan sudahkah aku
menyiapkan seorang penerus yang tangguh dan lebih baik dariku, yang akan
menggantikanku nanti? Rasa-rasanya aku harus memastikan ini semua. Tak
ada kata lalai menjelang akhir. Banyak hal yang harus ditunaikan, agar
tak mendzolimi para penumpang yang lain. Setidaknya ada dua ucapan yang
ingin aku sampaikan. Pertama, aku ingin mengucapkan terima kasih atas
kebersamaan di sepanjang perjalanan kereta yang telah kita tempuh. Dan
kedua, aku sampaikan minta maaf atas tutur dan lakuku yang tak
baik. Filosofi kereta api. Ada yang harus turun, ada juga yang harus
naik, namun ada yang harus bertahan dan melanjutkan perjalanan. Saatnya
bagimu melanjutkan perjalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar