Minggu, 21 Desember 2014

Filosofi Kereta Api; Sebuah Perjalanan


Jadi teringat sebuah perjalanan semalaman penuh menggunakan kereta api menuju Bandung, Jawa Barat tahun 2010 lalu. Aku yang saat itu adalah angkatan termuda di kampus, melakukan perjalanan menggunakan kereta api dalam sebuah tugas. Tapi sayang dalam perjalanan itu aku menghabiskannya hampir penuh dengan berdiri, karena aku naik kelas ekonomi. Tak tangung-tanggung, aku harus berdiri dari Jogja sampai di Tasik. Lumayan bukan? Pertama kalinya aku naik kereta api dan menjadi pengalaman yang masih aku ingat sampai hari ini. Bersama kakak-kakak tercinta satu jurusan menuju Bandung untuk menghadiri agenda Himpunan Mahasiswa jurusan kami. Tapi aku sedang tidak ingin membicarakan mengenai agenda Himpunan Mahasiswa jurusan kami. Aku akan sedikit membagi catatan sederhana ini, mengenai filosofi kereta api yang aku dapatkan dari seorang kakak angkatan di fakultas dulu.
"Seperti sebuah kereta api yang sedang melakukan perjalanan panjang. Saat tiba di sebuah stasiun, maka disana akan ada penumpang yang turun, juga ada penumpag yang naik. Namun ada juga penumpang yang masih melanjutkan perjalanan menuju stasiun berikutnya, dan begitulah seterusnya. Itulah kita yang sedang melakukan perjalanan panjang menggunakan sebuah kereta api."
Entah beliau sedang membicarakan apa, saat itu aku belum begitu mengerti tentang filosofi kereta api yang sedang beliau bicarakan. Beberapa waktu berselang, tepat saat momentum akhir kepengurusan sebuah lembaga Rohis Fakultas, UKMF Jm Al-Ishlah, aku mulai mengerti tentang filosofi kereta api. "Inilah stasiun pemberhentian baginya," kataku. Beliau dan kakak-kakakku yang lain telah sampai di stasiun pemberhentian. Mereka turun satu demi satu dengan menyampaikan pertanggung jawaban masing-masing. Di saat itu, aku dan beberapa temanku harus melanjutkan perjalanan. Dan di saat yang sama, bergantilah penumpang kereta bernama UKMF Jm Al-Ishlah yang kami naiki. Sebuah pergantian kepengurusan lembaga yang menjadi agenda tahunan. Ada yang harus turun tahta, tetapi juga ada yang harus naik, dan ada yang harus bertahan sampai tiba di stasiun pemberhentian selanjutnya.
Aku adalah salah satu penumpang yang harus bertahan di kereta Al-Ishlah bersama teman-temanku yang lain. Masing-masing kami harus duduk di kursi dan gerbong yang telah disediakan. Kali ini aku tidak hanya menjadi penumpang biasa, melainkan aku harus menjadi pemandu sebuah gerbong yang disebut departemen.
Filosofi kereta api ini tidak hanya tentang kereta Al-Ishlah, namun juga tentang kereta lembaga lainnya. Dalam momentum ini aku menjadi berfikir tentang sebuah warisan. Bukan warisan sejumlah uang atau mobil mewah, tapi tentang warisan bekal ilmu untukku mengarungi perjalanan di jalur rel periode kepengurusan. Aku juga harus memikirkan bekal-bekal yang akan aku wariskan kepada generasi yang akan melanjutkanku nanti. Sayang jika dalam perjalanan nanti aku hanya menunjukkan pemandangan-pemandangan indah kepada penumpang yang ada dalam gerbongku. Sedangkan dalam perjalanan nanti, kita juga akan menjumpai beberapa terowongan gelap yang membuat mata ini hanya akan melihat kegelapan di sepanjang terowongan. Jika tak sabar, perjalanan hanya akan menjadi sekedar perjalanan. Hanya lelah yang didapat. Sedangkan banyak hal menarik dalam perjalanan tak dapat dinikmati.
Seperti pengalaman pertamaku menaiki kereta api yang telah aku ceritakan di awal. Aku harus bersabar berdiri dalam perjalanan menuju Bandung. Aku juga harus tetap bersyukur karena tidak duduk sepanjang perjalanan sampai di Bandung. Aduuuuuhhhhhhh...!!! Mantapnyaaa...!! Namun tetap menarik bagiku. Lika-liku dalam perjalanan inilah yang akan memberikan pelajaran berharga untuk para penumpang kereta sebuah lembaga. Lebih-lebih kadang kala kami harus berbagi jalan dengan pedagang asongan yang lalu lalang sepanjang perjalanan. Ada pedagang nasi uduk, serba-serbi minuman, atau kacang godog. Semua ada deh, kecuali pedagang bakso atau mie ayam plus gerobagnya. Hehehe... Yang membuat semakin menarik adalah mereka berjualan lalu lalang berteriak dengan nada yang khas. Bikin perjalanan tambah seru kan? Sebagai perokok pasif, aku juga sering kali merasa tersiksa jika ada para perokok aktif mulai menyalakan sumbunya. Tapi mau bagaimana lagi. Inilah kenikmatan menggunakan kereta api yang tentu inilah kendaraan rakyat macam kami ini.
Dalam momentum akhir tahun ini, aku sengaja sedang merefleksi satu periode perjalanan kereta api yang telah aku tempuh ini. Sementara kereta api sudah hampir sampai di stasiun pemberhentian. Mungkin aku akan turun disana dan bersiap melakukan perjalanan dengan gerbong yang lain. Tak ada kata istirahat! Ada banyak pertanyaan yang terlontar sepanjang momen akhir perjalanan ini. Sudahkah aku melaksanakan tugasku dengan baik? Sudahkah aku banyak mengambil hikmah dan pelajaran dari perjalanan ini? Dan sudahkah aku menyiapkan seorang penerus yang tangguh dan lebih baik dariku, yang akan menggantikanku nanti? Rasa-rasanya aku harus memastikan ini semua. Tak ada kata lalai menjelang akhir. Banyak hal yang harus ditunaikan, agar tak mendzolimi para penumpang yang lain. Setidaknya ada dua ucapan yang ingin aku sampaikan. Pertama, aku ingin mengucapkan terima kasih atas kebersamaan di sepanjang perjalanan kereta yang telah kita tempuh. Dan kedua, aku sampaikan minta maaf atas tutur dan lakuku yang tak baik. Filosofi kereta api. Ada yang harus turun, ada juga yang harus naik, namun ada yang harus bertahan dan melanjutkan perjalanan. Saatnya bagimu melanjutkan perjalanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar