Kamis, 21 Maret 2013

"Karena Cinta... Kuncup Bungaku Mekar dengan Indah"

by Hilya Rosa

Alhamdulillah … merupakan kata yang pertama kali kuucapkan ketika Allah memberikanku kesempatan mengikuti pidato dari Ust. Anis Matta di hotel Horizon Semarang (minggu, 17 Maret 2013). Sebuah nikmat yang menyemangatiku untuk senantiasa belajar, menyukai membaca dan juga untuk menulis. Dan akhirnya, munculllah tulisanku ini yang semoga menjadi awal dan bisa menjadi rutinitasku. Amiin.

****

Awalnya aku ada janji dengan seseorang yang kebetulan waktunya bersamaan dengan acara Ust. Anis Matta tersebut.  Namun, ternyata takdir membuat semua rencanaku berubah. Aku perlu berterima kasih kepada temanku yang telah bersusah payah “merayuku” untuk ikut dengannya di acara tersebut. "Gak rugi pokoknya… ayo dong ikut….," rayu temanku. Dan akhirnya akupun dengan berat hati memenuhi ajakan temanku tersebut. Thank you ya Sist… (berat hati koq terima kasih… :D)

****
Subhanallah … sambutan kader dan simpatisan PKS memang luar biasa untuk bertemu dengan presiden baru mereka. Mereka sangat antusias hanya untuk menunggu pidato dari beliau. Suasana yang kurasakan di sana seperti ada aura persaudaraan erat yang tidak dapat kulukiskan dengan kata-kata meski berasal dari daerah yang berbeda. Ada yang dari Demak, Kudus, Salatiga, Kendal dan Kabupaten Semarang.

****

Banyak hal yang bisa kupelajari dari beliau (ust. Anis Matta). Salah satunya adalah kecerdasan dan luasnya wawasan beliau. Itu dapat aku tangkap dari responnya terhadap Wejangan dari Kyai Budi (kyai sufi pemimpin Krido Budoyo yang diundang PKS) – menyinggung tentang RUMI dan HARMONI – yang menjadi pembuka orasi beliau. Barangkali (ini dugaanku saja…) beliau tadinya sudah menyiapkan bahan pidato yang akan disampaikan yang sama sekali tidak menyinggung tentang dua hal tersebut.  Namun, ternyata … karena keluasan pemahaman beliau (barangkali dari sukanya beliau membaca, kata temanku) dalam pembuka pidatonya beliau langsung menyinggung satu bait puisi karya Iqbal tentang gurunya yaitu RUMI. 

“DAN NAFAS CINTANYA MENIUP KUNCUPKU…MAKA IA MEKAR MENJADI BUNGA…"

Dan karena pidato cinta dari Presiden PKS itupun maka bungaku yang telah lama kuncup pun mekar menjadi bunga…. Sungguh pidato yang menyejukkan. Andai saja pemimpin bangsaku seperti beliau….

****

Aku yang tadinya apolitis menjadi terbuka mendengar pemaparan beliau. Politik di Indonesia itu layaknya sebuah dangerous game. Dan beliau mempunyai mimpi membuat politik Indonesia menjadi funny game. Sungguh pandangan seorang yang visioner. Semoga mimpi beliau akan terwujud. Dan sekali lagi untuk mewujudkan itu semua, kata beliau adalah dengan CINTA.

****

Satu hal yang yang terekam dibenakku adalah kata HARMONi seperti yang sudah kusinggung di atas. Ketika beliau mencermati tentang Indonesia yang sangat beragam sekali penduduknya baik dari agama, pemikiran maupun geografis yang sangat luas dari Sabang sampai Merauke, yang 2/3 wilayahnya adalah air… ada satu kata yang bisa merangkumnya yaitu HARMONI.

Katanya beliau : “Izinkan Kami Menata Ulang Taman Indonesia”.

Indonesia itu ibarat sebuah taman dan Warga Negara Indonesia adalah bunganya. Taman tersebut tidak akan terlihat indah jika ditanam satu jenis bunga saja. Tamanpun tidak akan indah kalau bunga yg berwarna-warni itu dicampur jadi satu begitu saja tanpa pengelolaan. Dan taman akan menjadi indah manakala taman itu ditanami bunga ynag berwarna warni tapi ada manajemen penempatan disana. Begitu juga dengan membangun Indonesia. Indonesia akan lebih hebat ketika semua potensi dimaksimalkan dan dikelola, tidak memaksakan kehendak untuk semua potensi itu dipaksa menjadi satu pemikiran/satu ideologi atau apapun. Kesimpulannya ada HARMONI di situ.

Barangkali itu ungkapan pikiran dan perasaanku. Semoga, sekali lagi menjadi awal yang baik bagiku khususnya dalam hal tulis menulis. Amiin. Thanks you Allah… Thanks Ust. Anis… Thanks Sist …

Semarang, Maret 2013 yang ceria…

~Hilya Rosa~

http://www.pkspiyungan.org/2013/03/karena-cinta-kuncup-bungaku-mekar.html

Sumber: FB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar