Sabtu, 24 Januari 2015

Post Power Syndrome

Penyakitnya aktivis senior salah satunya adalah post power syndrome.
Katanya gitu...

Dalam penjelasan secara teori post power syndrome adalah suatu keadaan yang terjadi akibat seseorang hidup dalam kebesaran bayang-bayang masa lalunya (bisa berupa jabatan, karier, kecerdasan, kepemimpinan, atau hal lainnya), dan belum dapat menerima realita yang ada saat ini.

Post power syndrome bisa terjadi dalam berbagai motif. Bisa terjadi dalam motif kepedulian sehingga mengharuskan dirinya sendiri untuk senantiasa ada di samping penerusnya. Kemudian kekhawatiran berlebih kepada penerusnya yang membuat dia terus memberikan intervensi yang terbalut manis dengan sebuah kertas kado bernama "masukan". Tapi inti dari semua kertas kado ini adalah "eksistensi kekuasaan" yang kemudian kita sering kenal dengan nama post power syndrome.

Padahal kepedulian dan rasa kekhawatiran tak selamanya mengharuskan kita terus-menerus ada di sampingnya. Seperti seorang anak kecil yang baru saja belajar berjalan. Kadang dia harus terjatuh untuk dapat berjalan hingga dia bisa berlari. Tapi sebagai orang tua kita tak harus terus-menerus menuntunnya, memegangi tangannya. Pada fase-fase awal terutama saat sang anak sudah mulai aktif dan duduk meski terduyun-duyun karena lehernya belum kuat memikul kepalanya yang besar. Sang anak mulai bisa kita ajak dia untuk berdiri, mengajaknya jalan-jalan. Tapi saat sang anak mulai bisa duduk tegak tak lagi terduyun-duyun, inilah saat kita mulai mempercayakannya untuk dapat berdiri sendiri dengan kakinya yang mungil. Memotivasinya, memberikan senyuman yang pada akhirnya kita akan melihat sang anak mulai bisa berjalan meski dengan langkah yang masih sempoyongan. Tiba-tiba terjatuh dan tersenyum manis. Seperti sedang mengatakan, "mamah terima kasih sudah biarkan adik berdiri dan berjalan dengan kaki adik. Nanti giliran adik yang akan menuntun mamah dengan kaki adik yang sudah kuat ini."

Memang berat melepaskan penerus kita berjalan sendirian. Mengarungi samudra penuh gelombang, yang tak jarang akan terjadi badai. Namun inilah saat dimana kita harus percaya kepada penerus kita. Kita dampingi dia dengan doa, motivasi, dan senyum manis. Tak perlu terus-menerus menuntunnya, memegangi tangannya. Meski kadang kita harus turut merasakan sakit saat melihatnya terjatuh. Tapi inilah fase belajar itu. Ingatlah pesan Allah, "Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain". (QS Al-Insyirah: 7). Ada ladang lain yang harus kita tanami dengan benih-benih kebaikan. Sudah saatnya kita memberikan kepercayaan kepada penerus kita. Dan kalian para penerus kami, cukuplah kami menjadi sejarah untuk diambil hikmahnya. Bukan mengharapkannya kembali terulang sehingga kalian tidak belajar. Selamat bekerja adik-adikku. Jika kau tak temukan kami memotivasimu, masih ada Allah yang selalu hidup dan tak pernah lalai terhadapmu. Bersandarlah kepada-Nya saat kau lelah, lalu segeralah bangkit melanjutkan pelayaranmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar