Panjang perjalanan yang aku tempuh. Sesaat waktu aku temukan diriku
terbaring lesu, berkeringat tampak lelah dengan wajah pucat pasi.
Mungkin aku saat itu sedang kurang baik, merasa kesepian dalam
perjalanan panjang ini. Aku di saat itu hanya bisa mengeluh ini dan itu,
seperti tak ada tempat bersandar. Hingga pada sesaat waktu berikutnya
aku menemukan sandaran yang kokoh, tidak rapuh seperti yang sebelumnya.
Dalam sandaran itu, aku bisa mengadu, menangis puas, berdua saja dengannya
tempatku bersanadar. Sandaran itu adalah Tuhannya para pengelana.
Para pengelana, dialah aku, kamu, dan kita. Tentunya banyak yang tak
menyadarinya, bahwa kita adalah para pengelana. Bahwa jalan panjang ini sebenarnya sangatlah singkat yang tak akan terasa nikmatnya hingga para pengelana terlena.
Hanya saja waktu di dunia ini terlalu menggoda. Pada saat nanti, waktu
akan menjadi sangat tak bersahabat. Bangun di pagi hari, tiba-tiba waktu
sudah petang. Tiba-tiba, tubuh telah renta, tua, dan rapuh. Tak sempat menulis mimpi di atas batu dan tak sempat mengatakan cinta kepada Tuhannya, kepada nabiNya, kepada kedua orang tuanya, dan kepada para makhlukNya.
Pengelana,
aku adalah pengelana itu. Berjalan, menempuh jarak yang teramat
panjang, berharap suatu waktu aku temukan teman seperjalanan. Seseorang
yang sedang menuju tujuan yang sama. Yang pada suatu waktu melaluinya,
Allah ingatkan aku tentang perjalanan panjnag yang aku tempuh. Tentang
tujuan dari perjalanan panjang ini, dan mengapa aku harus melangkahkan
kaki ini di jalan panjang ini. Dan pada suatu waktu nanti, kita bisa
bersandar di tempat yang sama, mengadu tentang terseoknya kaki ini tadi.
Berharap nanti para pengelana yang bersua di tengah perjalanan ini,
dapat berkumpul lagi di persinggahan abadi, yang diharap-harap saat
menempuh jalan panjang nan terjal ini. Akulah para pengelana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar