Selasa, 09 September 2014

Kaca Mataku

Sudah beberapa pekan ini aku meninggalkan kacamataku di kotaknya. Aku bawa, tapi tidak aku pakai. Aku punya alasan sendiri mengapa tidak aku pakai, salah satunya karena aku sakit. Flu berat membuat kepala pening tepat di kening. Keberadaan kacamataku ini cukup membuat kepala jadi terasa berat. Ditambah aku harus memakai masker agar tidak mendzolimi orang-orang di sekitarku, juga agar tak banyak debu yang mampir ke hidung pesekku ini. Alhasil, aku meninggalkan kaca mata yang sudah menemaniku empat tahun ini di kotaknya.
Akibatnya lumayan membuat aku cukup kesulitan dalam melihat, terutama saat malam hari. Selain karena sudah rabun dengan jarak pandang normal bisa melihat wajah dengan jelas hanya dua sampai tiga meter. Saat malam mata ini semakin menjadi-jadi, hanya satu sampai dua meter aku baru bisa jelas melihat wajah seseorang. Tentunya karena gelap yang membuat mata ini semakin tak bisa lebih baik dalam melihat. Saat purnama semalam, aku tak bisa melihat keindahannya dengan sempurna, apalagi sambil mendorong motor yang kehabisan bensin. Perjumpaan semalam dengan purnama jadi terasa hambar dan biasa saja. Hanya menafsirkan bahwa purnama semalam begitu cantik.
Perjumpaan dengan seorang sahabat lama di gang dekat rumah singgah juga tak begitu menarik. Dia menyapaku duluan, karena aku benar-benar tak melihatnya dengan jelas. Berpura-pura jika aku pangling melihatnya karena sudah cukup lama tak bersua. Padahal baru bulan syawal kemarin kita ada acara bersama. Maafkan aku sahabatku, mata ini sedang tak menggunakan kaca mata. Tapi menjadi hangat karena senyum terbalaskan. Sedikit canda walau hanya sebentar bersua. Paling tidak aku bisa sedikit berbagi pahala, senyum indah yang menyungging di wajah tampanmu itu.
Memang nikmat mata yang bisa membuka dan melihat dengan jelas keindahan dunia adalah rizki dari Allah yang luar biasa. Alhamdulillah, meski tak begitu jelas melihat, paling tidak aku bisa seidikit ghaddul bashar. Memang tak berkaca mata itu anugerah, tapi berkaca mata jadi beda. Mungkin karena dulu aku sempat ngefens sama Harry Potter dan Conan, tapi sekarang aku lebih ngefens sama naruto yang tidak menggunakan kaca mata. Meski sampai sekarang aku juga masih ngefens sama Conan.  Ah, bicara fiksi dan animasi deh jadinya. Tapi setidaknya fiksi dan animasi ini bisa menjadi selingan saat duduk suntuk berjam-jam di depan Toshiba hitam ini mengetik tulisan-tulisan panjang lebar. Katanya sih ini karya ilmiyah yang menentukan gitu, tapi aku suka dengan istilah barunya, "Novel yang Lebih Tebal".
Kaca mata, terima kasih sudah empat tahun membersamaiku. Aku akan bersamamu di saat-saat tertentu insyaAllah. Sekarang, aku sedang memberikan udara baru pada mata ini. Boleh kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar