Abstrak
Persoalan kemacetan lalu lintas
merupakan persoalan yang berlarut-larut. Hingga hari ini belum bisa diatasi
secara bijak. Justru kemacetan semakin parah dari waktu ke waktu. Lihatlah Jakarta,
tingkat kemacetannya sudah sangat parah. Bahkan banyak pengamat memprediksi
dalam beberapa tahun ke depan, kota terbesar di negeri ini akan macet total.
Tanpa ada keseriusan mengatasi kemacetan ini, bisa dipastikan kota-kota besar
di Tanah Air akan menjadi "neraka". Begitu juga dengan Yogyakarta.
Semakin hari, kota pelajar ini terliahat mulai bertambah kendaraan-kendaraan
bermotor, sehingga di beberapa ruas jalan seperti Jalan Kaliurang, Jalan
Colombo, Jalan Gejayan, dan Jalan Magelang terlihat padat dan tak jarang macet
saat memasuki jam makan siang. Hampir semua pihak termasuk pemerintah sudah
mengetahui bahwa penyebab utama kemacetan lalu lintas adalah peningkatan jumlah
kendaraan pribadi secara besar-besaran. Sementara penyebab tambahan adalah lemahnya
kesadaran berlalu-lintas, kondisi jalan yang rusak, dan lampu merah (traffic
light) yang sering mati.Tidak ada solusi jitu dalam jangka pendek untuk
mengatasi kemacetan lalu lintas ini. Pemerintah sebaiknya tidak mengeluarkan
kebijakan yang hanya berfungsi sebagai parasetamol untuk
mengurangi kemacetan yang sifatnya semu dan sementara. Perlu ada peraturan
khusus yang mengatur hal ini terutama pada hal pembatasan kendaraan bermotor.
Pendahuluan
Dalam UU No. 22
Tahun 2009 BAB IX LALU
LINTAS Bagian
Kesatu tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Paragraf 1 tentang
Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Pasal 93 ayat (1)
mengatur tentang manajemen
dan rekayasa lalu lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan
jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Dan dilanjutkan
dalam ayat (2) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
point a mengatakan penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur
atau jalur atau jalan khusus.
Berangkat dari
sini jelas, bahwa dalam manajemen dan rekayasa lalu lintas salah satunya adalah
prioritas angkutan massal sebagai salah satu langkah untuk menjamin kelancaran
lalu lintas. Kemacetan yang sering terjadi di kota-kota besar merupakan masalah
akut yang harus segera ditangani. Dampaknya akan sangat fital, terutama bagi
keberlangsungan kegiatan ekonomi dan lalu lintas masyarakat yang kian hari kian
padat.
Selain dampak
yang telah disampaikan, pelanggaran lalu lintas juga akan sering terjadi.
Misalnya saja menerobos lampu merah karena takut terjebak macet. Penggunaan
trotoar oleh pengendara sepeda motor kala macet menjangkit di pelosok-pelosok traffic light, sehingga mengganggu pejalan
kaki yang melintas. Hal semacam ini sering terjadi dibeberapa ruas jalan di
Yogyakarta. Misalnya saja di Jalan Gejayan tepatnya di perempatan ring road utara. Mulai pukul 11.30
sampai pukul 14.00 sudah terlihat titik kemacetannya. Selain karena membludaknya
kendaraan bermotor, hal ini tak jarang terjadi karena traffic light yang mati. Namun sekian lama terjadi, belum ada
solusi yang terlihat efektif untuk mengatasi kemacetan ini.
Kenyataan
seperti di atas merupakan hal-hal yang harus mendapat perhatian dan pemikiran
untuk dicarikan solusinya, karena jika dibiarkan tanpa solusi, bukan
tidak mungkin, Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya akan menjadi “neraka
kemacetan”. Tentu hal ini akan sangat merugikan bagi berbagai pihak. Selain
itu, masalah kesehatan juga akan cukup terganggu, misalnya saja polusi udara,
stres bagi para pengguna jalan, dan masalah lainnya.
Pembahasan
Ketidakpatuhan pengguna jalan dan
kelemahan penegakan hukum (traffic
management) seperti maraknya pasar tumpah/kaki lima, pemanfaatan badan jalan
menjadi lahan parkir dan terminal angkutan
umum merupakan faktor-faktor yang menambah panjang list penyebab kemacetan di kota-kota
besar yang ada di Indonesia. Selain itu, jumlah kendaraan pribadi yang kian
meningkat juga turut menjadi faktor penyebab kemacetan lalulintas. Berikut dampak
yang ditimbulkan akibat kemacetan:
1.
Secara ekonomi, kemacetan
menyebabkan peningkatan waktu tempuh (inefisiensi waktu), biaya transportasi
secara signifikan, gangguan yang serius bagi pengangkutan produk-produk
ekspor-impor (logistik secara umum), penurunan tingkat produktivitas kerja, dan
pemanfaatan energi yang sia-sia.
2.
Selain itu, kemacetan pun memberikan
dampak yang serius bagi penurunan kualitas lingkungan perkotaan (khususnya
tingkat kebisingan dan polusi udara) dan penurunan tingkat kesehatan (misal:
pemicu lahirnya berbagai penyakit pernapasan, tekanan psikologis/stress, dsb).
3.
Dalam konteks perubahan iklim (climate change) yang kini tengah menjadi
hot topic bagi masyarakat dunia,
kemacetan lalu lintas di kota-kota utama dunia telah menjadi salah satu
kontributor utama dalam emisi gas-gas rumah kaca ke atmosfir yang menyebabkan
peningkatan temperatur bumi yang signifikan sejak kota-kota tersebut tumbuh
pesat.
4.
Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Bappenas tahun 2006 menunjukkan bahwa kemacetan di Jakarta menimbulkan
kerugian ekonomi sebesar Rp. 7 Trilyun/tahun yang dihitung untuk 2 (dua) sektor
saja, yakni energi (Rp. 5,57 T/tahun) dan kesehatan (Rp. 1,7 T/tahun).
Sementara Yayasan Pelangi memperkirakan kerugian bisa membengkak hingga Rp. 43
Trilyun per tahun akibat menurunnya produktivitas kerja, pemborosan BBM dan
pencemaran udara.
Departemen
Pekerjaan Umum (PU) sebagai pembina urusan jalan merupakan salah satu pihak
yang menjadi sasaran complain masyarakat yang bertubi-tubi tentang persoalan
kemacetan tersebut. Ketika dicarikan solusi, justru yang dilakukan adalah
pelebaran ruas jalan, pembangunan jalan layang dan jalan tol. Namun apakah ini
dapat menjadi solusi, atau
hanya “solusi semu bagi kemacetan lalu
lintas”?
Berbicara
mengenai rekayasa lalu lintas yang disebutkan dalam pasal 93 ayat 1 dan 2 tadi dalam UU No. 22
Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, memprioritaskan angkutan
masal menjadi fokus utama di sini. Artinya pembatasan penggunaan kendaraan
pribadi dapat menjadi salah satu solusi dari permasalan kemacetan ini, atau
dengan pemberlakuan “menyupir harus bayar”. Mungkin kita bisa sedikit belajar
dari negara tetangga kita, “Singapura”. Harian de Volskrant dalam kolom internasionalnya menurunkan ulasan tentang
sistem lalu lintas Singapura. Negara paling makmur di Asia Tenggara itu
mengatasi kemacetan lalu lintas dengan menerapkan sistem menyupir harus bayar:
mengatur lalu lintas dengan mengubah tarif.
Eletronic Road Pricing
(ERP) mengatur kecepatan lalu lintas dengan mengubah tarif yang harus dibayar
setiap pengendara mobil. Apabila di satu jalan lalu lintas padat dan lambat,
tarif dinaikkan. Apabila jalanan sepi dan lengang, tarif diturunkan.
Dengan cara itu kecepatan lalu lintas
bisa dikontrol.
Semua mobil di
Singapura secara otomatis terdaftar dalam Sistem ERP. Memang mahal jatuhnya.
Banyak yang mengkritik sistem tersebut dan menyebutnya 'perampokan tiap hari'.
Namun demikian, banyak juga para pengendara mobil yang merasa nyaman dengan
ERP. Tingkat kemacetan di Singapura sangat rendah bila dibandingkan dengan
Jakarta atau Bangkok.
Bukan tidak
mungkin sistem ini menjadi solusi untuk mengatasi kemaceta lalu lintas di
Indonesia. Lihat saja Singapura,
meski mendapatkan kritikan akan hal ini, namun banyak juga yang mendukung, karena kenyamanan dalam
berlalu lintas tanpa terkendala oleh kemacetan dapat teratasi. Pengaturan
kecepatan dan pemberlakuan tarif bagi bagi pengendara mobil dapat berefek pada
penggunaan kendaraan pribadi bagi masyarakat. Tentu jika untuk Indonesia,
pemberlakuan ini akan berbeda dengan di Singapura. Dari yang terlihat di banyak
ruas jalan, pengguna kendaraan bermotor roda dua menjadi pengendara yang
mendominasi, sehingga
pemberlakuan ERP dapat diterapkan untuk keduanya, mobil dan sepeda motor.
Selain ERP
sebagai salah satu langkahnya, perawatan fasilitas traffic light juga harus menjadi perhatian. Tak jarang hal ini
menyebabkan kemacetan yang cukup panjang. Penggunaan tenaga sura pada traffic light, kemudian perawatan yang
rutin dapat menjadi salah satu solusi dari ini.
Jika
mengandalkan pembangunan jalan layang atau tol dan pelebaran jalan saja, hal
ini justru berdampak pada pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor. Selain
itu, hal ini juga cukup membawa dampak bagi para pemilik tanah, karena tak
jarang yang dikorbankan untuk pelebaran jalan itu adalah tempat untuk mencari
nafkah. Selain itu, pelebaran jalan ini juga justru mempersempit
selokan-selokan yang ada di pinggir jalan. Hal ini juga terjadi di beberapa
jalan kota yang justru dapat menyebabkan banjir.
Selanjutnya
adalah rekayasa lalu lintas tentang prioritas kendaraan massal yang desbutkan
pasal 93 ayat 2 UU No.22 Tahun 2008. Kita bisa melihat, beberapa kendaraan umum
yang ada di kota-kota besar misalnya saja Yogyakarta.
Banyak diantaranya yang tidak nyaman, panas dan terkadang kendaraan umum tersebut memaksakan
untuk mengangkut penumpang sampai penuh dan menyebabkan kondisi menjadi sangat
tak nyaman. Hal ini juga mempengaruhi pada semakin banyaknya masyarakat yang
lebih memilih kendaraan pribadi daripada kendaraan umum untuk kegiatan
sehari-hari. Pemberhentian yang tidak pada halte-halte bus juga menjadi
penyebab jalanan menjadi padat. Kita bisa lihat ini di jalan Pojok Benteng
Barat, tepatnya di persimpangan lampu merahnya.
Untuk
mendapatkan penumpang, mereka memberhentikan kendaraannya di tempa yang tak
semestinya. Ditambah jalanan yang sempit, sehingga tak jarang lalu lintas
menjadi terganggu. Ketegasan pihak-pihak berwenang seperti petugas polisi lalul
lintas sangatlah penting. Selain itu uji kelayakan kendaraan umum ini juga
harus diperketat, agar kendaraan umum menjadi layak dan nayaman digunakan. Jika
yang menjadi masalah adalah pada biaya perawatan, maka dengan diawali dari
pembatasan kendaraan pribadi yang telah disampaikan di atas akan dapat
meningkatkan penggunaan kendaraan umum,
sehingga pendapatan supir dan kernetnya bertambah
pula. Dengan demikian pendapatan tersebut
dapat menjadi modal untuk perawatan kendaraan agar lebih baik. Dari dinilah
permasalahan lalu lintas tentang kemacetan dapat teratasi.
Kita bisa
belajar dari Malaysia dan Jepang, dimana masyarakatnya memprioritaskan
penggunaan kendaraan umum seperti monorel di Malaysia dan kereta di Jepang
untuk kegiatan seharai-hari. Dapat pula
kita melihat beberapa negara di Eropa seperti Swiss yang
masyarakatnya menggunakan sepeda untuk berkendara seharai-hari.
Penggunaan
sepeda selain hemat, dia juga berdampak pada pencegahan polusi udara yang kian
hari kian bertambah. Swiss menjadi salah satu negara yang sukses menerapkan
ini. kita dapat belajar cukup banyak dari sebuah Film berjudul “Premium Rush 2012” yang mengisahkan
seorang pegantar surat dengan menggunakan sepeda Fixie di jalanan Kota New York yang kita kenal sebagai kota
Megapolitan. Pengguna sepeda di sana tidak dapat seenaknya pula, karena jangan
salah di sana juga terdapat polisi lalu lintas untuk pengguna sepeda yang
dikanal NYPD. Indonesia seharusnya melakukan hal demikan juga, ini adalah
sebagai salah satu langkah untuk menanggulangi kemacetan.
Penutup
Tidak ada solusi
jitu dalam jangka pendek untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ini. Pemerintah
sebaiknya tidak mengeluarkan kebijakan yang hanya berfungsi sebagai parasetamol untuk mengurangi kemacetan
yang sifatnya semu dan sementara.
Beberapa cara
yang dilakukan oleh Departemen PU seperti pelebaran jalan, pembangunan jalan
layang dan tol mungkin dapat menjadi solusi. Tapi hal ini bisa kita lihat di
ibu kota Jakarta, hal ini belum menjadi solusi jitu, melainkan hanya sebagai
solusi yang sifatnya sementar dan tidak efektif karena hal ini justru berdampak pada
peningkatan jumlah kendaraan pribadi dan membuat tata ruang kota menjadi kurang
baik, sehingga tak jarang menyebabkan banjir.
Diberlakukannya
ERP menjadi salh satu solusi jitu yang diterapkan negara tetangga kecil kita
Singapura. Kemacetan cukup teratasi meski menimbulkan pro dan kontra, namun pro
terhadap kenyaman berlalu lintas saya rasa menjadi lebih dominan. Selanjutnya
adalah pengadaan dan perawatan traffic
light dengan tenaga surya dapat segera ditindak lanjuti. Tak jarang matinya
traffic light ini menimbulkan macet
yang panjang di jalan-jalan padat pada siang hari.
Kemudian
ketegasan dari polisi lalu lintas dalam menindak para supir kendaraan umum yang
memberhentikan kendaraannya di tempat yang tidak semestinya, juga menjadi salah
satu solusi dari ini. Kemudian
perawatan kendaraan umum yang lebih layak dan nyaman untuk para penumpang, sehingga masyarakat akan
lebih tertarik menggunakan kendaraan umu ketimbang menggunakan kendaraan
pribadi yang ternyata diberlakukan tarif membayar begi pengemudi. Kita bisa
belajar banyak dari Malaysia dan Jepang yang telah sukses dengan hal ini. Dan
yang terakhir adalah penggunaan sepeda yang mungkin sederhana namun irit dan
solutif untuk mengurangi jumlah kendaraan dan penanggulangan polusi udara.
Dari berbagai
macam solusi rekayasa lalu lintas
yang telah disapaikan tergantung dari masyarakat dan tentunya pihak yang
berkait seperti pemerintah dan petugas polisi lalu lintas untuk lebih
tegas dalam bertindak.
Daftar
Pustaka
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
Radio
Nederland Wereldomroep Indonesia. http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/cara-singapura-mengatur-lalu-lintas-dan-burka-adalah-tanda-penghinaan. Rabu, 2 Januari 2013 pukul 19.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar