Rabu, 09 Januari 2013

Rekayasa Lalu Lintas




Abstrak
Persoalan kemacetan lalu lintas merupakan persoalan yang berlarut-larut. Hingga hari ini belum bisa diatasi secara bijak. Justru kemacetan semakin parah dari waktu ke waktu. Lihatlah Jakarta, tingkat kemacetannya sudah sangat parah. Bahkan banyak pengamat memprediksi dalam beberapa tahun ke depan, kota terbesar di negeri ini akan macet total. Tanpa ada keseriusan mengatasi kemacetan ini, bisa dipastikan kota-kota besar di Tanah Air akan menjadi "neraka". Begitu juga dengan Yogyakarta. Semakin hari, kota pelajar ini terliahat mulai bertambah kendaraan-kendaraan bermotor, sehingga di beberapa ruas jalan seperti Jalan Kaliurang, Jalan Colombo, Jalan Gejayan, dan Jalan Magelang terlihat padat dan tak jarang macet saat memasuki jam makan siang. Hampir semua pihak termasuk pemerintah sudah mengetahui bahwa penyebab utama kemacetan lalu lintas adalah peningkatan jumlah kendaraan pribadi secara besar-besaran. Sementara penyebab tambahan adalah lemahnya kesadaran berlalu-lintas, kondisi jalan yang rusak, dan lampu merah (traffic light) yang sering mati.Tidak ada solusi jitu dalam jangka pendek untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ini. Pemerintah sebaiknya tidak mengeluarkan kebijakan yang hanya berfungsi sebagai parasetamol untuk mengurangi kemacetan yang sifatnya semu dan sementara. Perlu ada peraturan khusus yang mengatur hal ini terutama pada hal pembatasan kendaraan bermotor.

Pendahuluan
Dalam UU No. 22 Tahun 2009 BAB IX LALU LINTAS Bagian Kesatu tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Paragraf 1 tentang Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Pasal 93 ayat (1) mengatur tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Dan dilanjutkan dalam ayat (2) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) point a mengatakan penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus.
Berangkat dari sini jelas, bahwa dalam manajemen dan rekayasa lalu lintas salah satunya adalah prioritas angkutan massal sebagai salah satu langkah untuk menjamin kelancaran lalu lintas. Kemacetan yang sering terjadi di kota-kota besar merupakan masalah akut yang harus segera ditangani. Dampaknya akan sangat fital, terutama bagi keberlangsungan kegiatan ekonomi dan lalu lintas masyarakat yang kian hari kian padat.
Selain dampak yang telah disampaikan, pelanggaran lalu lintas juga akan sering terjadi. Misalnya saja menerobos lampu merah karena takut terjebak macet. Penggunaan trotoar oleh pengendara sepeda motor kala macet menjangkit di pelosok-pelosok traffic light, sehingga mengganggu pejalan kaki yang melintas. Hal semacam ini sering terjadi dibeberapa ruas jalan di Yogyakarta. Misalnya saja di Jalan Gejayan tepatnya di perempatan ring road utara. Mulai pukul 11.30 sampai pukul 14.00 sudah terlihat titik kemacetannya. Selain karena membludaknya kendaraan bermotor, hal ini tak jarang terjadi karena traffic light yang mati. Namun sekian lama terjadi, belum ada solusi yang terlihat efektif untuk mengatasi kemacetan ini.
Kenyataan seperti di atas merupakan hal-hal yang harus mendapat perhatian dan  pemikiran  untuk dicarikan solusinya, karena jika dibiarkan tanpa solusi, bukan tidak mungkin, Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya akan menjadi “neraka kemacetan”. Tentu hal ini akan sangat merugikan bagi berbagai pihak. Selain itu, masalah kesehatan juga akan cukup terganggu, misalnya saja polusi udara, stres bagi para pengguna jalan, dan masalah lainnya.

Pembahasan
Ketidakpatuhan pengguna jalan dan kelemahan penegakan hukum (traffic management) seperti maraknya pasar tumpah/kaki lima, pemanfaatan badan jalan menjadi lahan parkir dan terminal angkutan umum merupakan faktor-faktor yang menambah panjang list penyebab kemacetan di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Selain itu, jumlah kendaraan pribadi yang kian meningkat juga turut menjadi faktor penyebab kemacetan lalulintas. Berikut  dampak yang ditimbulkan akibat kemacetan:
1.      Secara ekonomi, kemacetan menyebabkan peningkatan waktu tempuh (inefisiensi waktu), biaya transportasi secara signifikan, gangguan yang serius bagi pengangkutan produk-produk ekspor-impor (logistik secara umum), penurunan tingkat produktivitas kerja, dan pemanfaatan energi yang sia-sia.
2.      Selain itu, kemacetan pun memberikan dampak yang serius bagi penurunan kualitas lingkungan perkotaan (khususnya tingkat kebisingan dan polusi udara) dan penurunan tingkat kesehatan (misal: pemicu lahirnya berbagai penyakit pernapasan, tekanan psikologis/stress, dsb).
3.      Dalam konteks perubahan iklim (climate change) yang kini tengah menjadi hot topic bagi masyarakat dunia, kemacetan lalu lintas di kota-kota utama dunia telah menjadi salah satu kontributor utama dalam emisi gas-gas rumah kaca ke atmosfir yang menyebabkan peningkatan temperatur bumi yang signifikan sejak kota-kota tersebut tumbuh pesat.
4.      Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bappenas tahun 2006 menunjukkan bahwa kemacetan di Jakarta menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp. 7 Trilyun/tahun yang dihitung untuk 2 (dua) sektor saja, yakni energi (Rp. 5,57 T/tahun) dan kesehatan (Rp. 1,7 T/tahun). Sementara Yayasan Pelangi memperkirakan kerugian bisa membengkak hingga Rp. 43 Trilyun per tahun akibat menurunnya produktivitas kerja, pemborosan BBM dan pencemaran udara.

Departemen Pekerjaan Umum (PU) sebagai pembina urusan jalan merupakan salah satu pihak yang menjadi sasaran complain masyarakat yang bertubi-tubi tentang persoalan kemacetan tersebut. Ketika dicarikan solusi, justru yang dilakukan adalah pelebaran ruas jalan, pembangunan jalan layang dan jalan tol. Namun apakah ini dapat menjadi solusi, atau hanya “solusi semu bagi kemacetan lalu lintas”?
Berbicara mengenai rekayasa lalu lintas yang disebutkan dalam pasal 93 ayat 1 dan 2 tadi dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, memprioritaskan angkutan masal menjadi fokus utama di sini. Artinya pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dapat menjadi salah satu solusi dari permasalan kemacetan ini, atau dengan pemberlakuan “menyupir harus bayar”. Mungkin kita bisa sedikit belajar dari negara tetangga kita, “Singapura”. Harian de Volskrant dalam kolom internasionalnya menurunkan ulasan tentang sistem lalu lintas Singapura. Negara paling makmur di Asia Tenggara itu mengatasi kemacetan lalu lintas dengan menerapkan sistem menyupir harus bayar: mengatur lalu lintas dengan mengubah tarif.
Eletronic Road Pricing (ERP) mengatur kecepatan lalu lintas dengan mengubah tarif yang harus dibayar setiap pengendara mobil. Apabila di satu jalan lalu lintas padat dan lambat, tarif dinaikkan. Apabila jalanan sepi dan lengang, tarif diturunkan. Dengan cara itu kecepatan lalu lintas bisa dikontrol.
Semua mobil di Singapura secara otomatis terdaftar dalam Sistem ERP. Memang mahal jatuhnya. Banyak yang mengkritik sistem tersebut dan menyebutnya 'perampokan tiap hari'. Namun demikian, banyak juga para pengendara mobil yang merasa nyaman dengan ERP. Tingkat kemacetan di Singapura sangat rendah bila dibandingkan dengan Jakarta atau Bangkok.
Bukan tidak mungkin sistem ini menjadi solusi untuk mengatasi kemaceta lalu lintas di Indonesia. Lihat saja Singapura, meski mendapatkan kritikan akan hal ini, namun banyak juga yang mendukung, karena kenyamanan dalam berlalu lintas tanpa terkendala oleh kemacetan dapat teratasi. Pengaturan kecepatan dan pemberlakuan tarif bagi bagi pengendara mobil dapat berefek pada penggunaan kendaraan pribadi bagi masyarakat. Tentu jika untuk Indonesia, pemberlakuan ini akan berbeda dengan di Singapura. Dari yang terlihat di banyak ruas jalan, pengguna kendaraan bermotor roda dua menjadi pengendara yang mendominasi, sehingga pemberlakuan ERP dapat diterapkan untuk keduanya, mobil dan sepeda motor.
Selain ERP sebagai salah satu langkahnya, perawatan fasilitas traffic light juga harus menjadi perhatian. Tak jarang hal ini menyebabkan kemacetan yang cukup panjang. Penggunaan tenaga sura pada traffic light, kemudian perawatan yang rutin dapat menjadi salah satu solusi dari ini.
Jika mengandalkan pembangunan jalan layang atau tol dan pelebaran jalan saja, hal ini justru berdampak pada pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor. Selain itu, hal ini juga cukup membawa dampak bagi para pemilik tanah, karena tak jarang yang dikorbankan untuk pelebaran jalan itu adalah tempat untuk mencari nafkah. Selain itu, pelebaran jalan ini juga justru mempersempit selokan-selokan yang ada di pinggir jalan. Hal ini juga terjadi di beberapa jalan kota yang justru dapat menyebabkan banjir.
Selanjutnya adalah rekayasa lalu lintas tentang prioritas kendaraan massal yang desbutkan pasal 93 ayat 2 UU No.22 Tahun 2008. Kita bisa melihat, beberapa kendaraan umum yang ada di kota-kota besar misalnya saja Yogyakarta. Banyak diantaranya yang tidak nyaman, panas dan terkadang kendaraan umum tersebut memaksakan untuk mengangkut penumpang sampai penuh dan menyebabkan kondisi menjadi sangat tak nyaman. Hal ini juga mempengaruhi pada semakin banyaknya masyarakat yang lebih memilih kendaraan pribadi daripada kendaraan umum untuk kegiatan sehari-hari. Pemberhentian yang tidak pada halte-halte bus juga menjadi penyebab jalanan menjadi padat. Kita bisa lihat ini di jalan Pojok Benteng Barat, tepatnya di persimpangan lampu merahnya.
Untuk mendapatkan penumpang, mereka memberhentikan kendaraannya di tempa yang tak semestinya. Ditambah jalanan yang sempit, sehingga tak jarang lalu lintas menjadi terganggu. Ketegasan pihak-pihak berwenang seperti petugas polisi lalul lintas sangatlah penting. Selain itu uji kelayakan kendaraan umum ini juga harus diperketat, agar kendaraan umum menjadi layak dan nayaman digunakan. Jika yang menjadi masalah adalah pada biaya perawatan, maka dengan diawali dari pembatasan kendaraan pribadi yang telah disampaikan di atas akan dapat meningkatkan penggunaan kendaraan umum, sehingga pendapatan supir dan kernetnya bertambah pula. Dengan demikian pendapatan tersebut dapat menjadi modal untuk perawatan kendaraan agar lebih baik. Dari dinilah permasalahan lalu lintas tentang kemacetan dapat teratasi.
Kita bisa belajar dari Malaysia dan Jepang, dimana masyarakatnya memprioritaskan penggunaan kendaraan umum seperti monorel di Malaysia dan kereta di Jepang untuk kegiatan seharai-hari. Dapat pula kita melihat beberapa negara di Eropa seperti Swiss yang masyarakatnya menggunakan sepeda untuk berkendara seharai-hari.
Penggunaan sepeda selain hemat, dia juga berdampak pada pencegahan polusi udara yang kian hari kian bertambah. Swiss menjadi salah satu negara yang sukses menerapkan ini. kita dapat belajar cukup banyak dari sebuah Film berjudul “Premium Rush 2012” yang mengisahkan seorang pegantar surat dengan menggunakan sepeda Fixie di jalanan Kota New York yang kita kenal sebagai kota Megapolitan. Pengguna sepeda di sana tidak dapat seenaknya pula, karena jangan salah di sana juga terdapat polisi lalu lintas untuk pengguna sepeda yang dikanal NYPD. Indonesia seharusnya melakukan hal demikan juga, ini adalah sebagai salah satu langkah untuk menanggulangi kemacetan.

Penutup
Tidak ada solusi jitu dalam jangka pendek untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ini. Pemerintah sebaiknya tidak mengeluarkan kebijakan yang hanya berfungsi sebagai parasetamol untuk mengurangi kemacetan yang sifatnya semu dan sementara.
Beberapa cara yang dilakukan oleh Departemen PU seperti pelebaran jalan, pembangunan jalan layang dan tol mungkin dapat menjadi solusi. Tapi hal ini bisa kita lihat di ibu kota Jakarta, hal ini belum menjadi solusi jitu, melainkan hanya sebagai solusi yang sifatnya sementar dan tidak efektif karena hal ini justru berdampak pada peningkatan jumlah kendaraan pribadi dan membuat tata ruang kota menjadi kurang baik, sehingga tak jarang menyebabkan banjir.
Diberlakukannya ERP menjadi salh satu solusi jitu yang diterapkan negara tetangga kecil kita Singapura. Kemacetan cukup teratasi meski menimbulkan pro dan kontra, namun pro terhadap kenyaman berlalu lintas saya rasa menjadi lebih dominan. Selanjutnya adalah pengadaan dan perawatan traffic light dengan tenaga surya dapat segera ditindak lanjuti. Tak jarang matinya traffic light ini menimbulkan macet yang panjang di jalan-jalan padat pada siang hari.
Kemudian ketegasan dari polisi lalu lintas dalam menindak para supir kendaraan umum yang memberhentikan kendaraannya di tempat yang tidak semestinya, juga menjadi salah satu solusi dari ini. Kemudian perawatan kendaraan umum yang lebih layak dan nyaman untuk para penumpang, sehingga masyarakat akan lebih tertarik menggunakan kendaraan umu ketimbang menggunakan kendaraan pribadi yang ternyata diberlakukan tarif membayar begi pengemudi. Kita bisa belajar banyak dari Malaysia dan Jepang yang telah sukses dengan hal ini. Dan yang terakhir adalah penggunaan sepeda yang mungkin sederhana namun irit dan solutif untuk mengurangi jumlah kendaraan dan penanggulangan polusi udara.
Dari berbagai macam solusi rekayasa lalu lintas yang telah disapaikan tergantung dari masyarakat dan tentunya pihak yang berkait seperti pemerintah dan petugas polisi lalu lintas untuk lebih tegas dalam bertindak.

Daftar Pustaka
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Radio Nederland Wereldomroep Indonesia.  http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/cara-singapura-mengatur-lalu-lintas-dan-burka-adalah-tanda-penghinaan. Rabu, 2 Januari 2013 pukul 19.00 WIB.

PU-net. http://www.pu.go.id/isustrategis/view/24. Rabu, 2 Januari 2013 pukul 19.00 WIB.

Film Premium Rush 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar