Rabu, 15 Oktober 2014

Tentang Cinta; Hanya Kata-kata

Cinta itu bunga, bunga yang tumbuh mekar dalam taman hati kita. Taman itu adalah kebenaran. Apa yang dengan kuat menumbuhkan, mengembangkan, dan memekarkan bunga-bunga adalah air dan matahari. Air dan matahari adalah kebaikan. Air memberinya kesejukan dan ketenangan, tapi matahari memberinya gelora kehidupan. Cinta, dengan begitu, merupakan dinamika yang bergulir secara sadar di atas latar wadah perasaan kita. Maka begitulah seharusnya anda mencintai, menyejukkan, menenangkan, namun juga menggelorakan. -Anis Matta-
Cinta adalah energi, bukan wujud dari kegalauan. Bukankah harusnya demikian?
Jika ada cinta yang mewujud dalam kegalauan, itu bukanlah cinta. Bisa jadi kita sedang salah menafsirkan nafsu menjadi cinta. Cinta tidak hanya memberikan kesejukan dan ketenangan, tetapi juga gelora, sebuah energi jiwa.
Persahabatan membutuhkan cinta, pernikahan juga membutuhkan cinta, berdakwah juga membutuhkan cinta, dan semua aktifitas kita membutuhkan cinta. Cinta yang menumbuhkan dan membesarkan. -Yayan Al-Ikhwan-
Selalu begitu. Cinta selalu membutuhkan kata. Tidak seperti perasaan-perasaan lain, cinta lebih membutuhkan kata lebih dari apapun. Maka ketika cinta terkembang dalam jiwa, tiba-tiba kita merasakan sebuah dorongan yang tak terbendung untuk menyatakannya. Sorot mata takkan sanggup menyatakan semuanya.
Tidak mungkin memang. Dua bola mata kita terlalu kecil untuk mewakili semua makna yang membuncah di laut jiwa saat badai cinta datang. Mata hanya sanggup menyampaikan sinyal pesan bahwa ada badai di laut jiwa. Hanya itu. Sebab cinta adalah gelombang makna-makna yang menggores langit hati, maka jadilah pelangi; goresannya kuat, warnanya terang, paduannya rumit, tapi semuanya nyata. Indah.  -Anis Matta-
Layak dicintai adalah lambang keberartian. Sebab cinta tidak dipersembahkan untuk padang jiwa yang hampa. Tidak juga untuk karya-karya tidak bermakna. Hanya bila kita berguna, maka kita layak dicintai.
Kelayakan dicintai adalah definisi sebuah kapasitas diri. Kapasitas yang diukur sejauh mana kita memiliki harga. Dalam wujud amal nyata dan peran-peran yang berbukti. Bukan status, apalagi sekedar hiasan performa dan gincu-gincu kepalsuan.
Kelayakan dicintai, berpulang pada banyak sebab. Ada dedikasi disana. Sebab kelayakan itu tak datang percuma. Tanpa harga dan tanpa biaya. Tidak. Kelayakan itu adalah buah persembahan yang berpeluh dan berjibaku.
Kita memang harus selalu bertanya tentang kelayakan untuk dicintai. Sebab cinta bukan menuntut tapi mematut diri. Jika kita patut, maka orang-orang dengan sendirinya akan mencintai kita dengan tulus. Tapi jika kita sudah mematut tidak jua orang datang. Kita tak perlu gusar! Yang penting adalah terus mencintai. Karena cinta, sejujurnya adalah ketulusan untuk selalu memberi!
Seperti sunnatullah pada segala hal, cinta punya tabiat keseimbangannya. Antara mencintai dan kelayakan dicintai. Keduanya adalah capaian dan derajat hidup yang tak datang dengan cuma-cuma. Ada kerja dan persembahan besar dibaliknya. Orang-orang besar mengerti benar, betapa mencintai dan dicintai adalah karya-karya jiwa yang melelahkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar