Cerita itu
berawal di ruang sebesar 3x7m, sekretariat
UKMF Jm Al-Ishlah. Cerita yang tak pernah saya harapkan sebelumnya. Karena
sejak dahulu saya bukanlah orang yang hidup di sebuah organisasi yang diisi
orang-orang lembut dan sholeh-sholeh.
Bertemu dengan
mereka membuat saya merasa malu dan menjadi berfikir ulang untuk mendaftar
sebagai pengurus Al-Ishlah. Apalagi dulu sempat ramai isu teroris dan aliran-aliran
aneh yang beredar di yogyakarta. Begitu pula saat saya mengenal Al-Ishlah
pertama kali, saya kira itu adalah agama atau aliran yang aneh. Saya takut dan
merasa tidak begitu suka dengan Al-Ishlah. Sampai akhirnya saya mengenalnya
dalam sebuah acara yang bagi saya itu adalah awal perkenalan saya dengan mereka
“UKMF Jm Al-Ishlah”, agenda khusus mahasiswa PMB PBU. Kebetulan saya masuk UNY
lewat jalur prestasi. Di sana saya bertemu
dengan seorang kakak tingkat yang membuat saya kagum sampai detik ini. Apalagi
saat beliau membacakan tilawah QS Ar-Rahman. Surat faforit saya, surat yang
membuat saya merasa merinding. Tak hanya itu, di sana juga awal saya bertemu
dengan orang yang “membesarkan” saya sampai bisa sekrang ini, tentunya beliau
juga adalah orang yang saya kagumi.
Berharap dapat
mengikuti agenda SMILE yang diselenggarakan Al-Ishlah. Tapi Allah berkehendak
lain, saya kurang beruntung dan tidak bisa mengikuti agenda tersebut. Dua kali
SMILE saya tidak bisa mengikutinya. Tapi alhamdulillah, saya diajak ikut FU
SMILE oleh teman sekelas saya. Yang membuat semakin bersyukur, mentornya adalah
mas mekel, orang yang saya kagumi karena kata-katanya yang terkadang sedikit
konyol tapi terkadang ada benarnya juga. Meski tidak begitu perhatian, tapi
beliau sangat mengayomi kami. Hingga akhirnya waktu pendaftaran Al-Ishlahpun
tiba, dan apa yang saya pikirkan pertama kali? “Aapakah saya pantas jadi
pengurus Al-Ishlah?”
Yah... akhirnya
dengan berbagai pertimbangan sayapun mendaftarkan diri di Al-Ishlah, tepatnya
di departemen jaringan. Ada Ukh Afta dan Akh Rivan sebagai Koakh dan Kadeptnya.
Meski sebenarnya belum begitu berniat, karena lebih memprioritaskan HIMA PKnH
waktu itu. Pendaftaran yang bagi saya, kali pertama pada sebuah organisasi
rohis yang bagi saya dulu sangat aneh. Banyak sekali perempuan-perempuan
berjilbab gede kaya pake taplak meja. Jadi teringat wali kelas saya di MAN
dulu, beliau adalah guru matematika saya. Jilbabnya juga gede kaya
perempuan-perempuan yang ada di Al-Ishlah. Aneh itulah tanggapan saya. Temu
perdana saja saya malas berangkat, begitu juga saat syuro departemen. Apalagi
kadept dan koakhnya saya tidak begitu suka pada waktu itu, karena sifat saya
yang sombong, terlaku ujub dan ghurur dengan diri saya. Maklum, dulu gini-gini
juga ketua OSIS, hehehe...
Tapi...
alhamdulillah, ternyata Allah berkehendak lain. Kadept dan koakhku adalah orang yang sangat perhatian pada
jundi-jundinya. Begitu juga pak mas’ul dan orang-orang di Al-Ishlah. Mereka
sangat baik-baik dan perhatian pada saya (GR deh...) tapi itu yang saya
rasakan. Syuro departemen pertama yang diberikan es cream oleh ukh afta dan akh
rivan. Main game bersama di departemen, berlomba membuat menara dari sedotan.
Nasihat-nasihat saat syuro dan syuro yang senantiasa dimulai dengan tilawah.
Suatu hal yang aneh tapi saya suka. Hal yang tidak saya dapatkan saat dahulu di
SMP dan MAN saat aktif di organisasi. Saya menemukan sebuah kenyamanan, mereka
seperti saudara yang tak segan saling mengingatkan. Sekali waktu pernah juga diingatkan
untuk tidak minum sambil berdiri oleh seorang kakak tingkat di Al-ishlah. Saat
sedang merasa pusing dan stres karena banyak beban, mereka juga tak sungkan
untuk memberikan motivasi dan do’a yang jarang sekali saya dapatkan di tempat
lain. Bagi saya, inilah keluarga. Al-ishlah sudah menjadi seperti keluarga yang
sangat berharga bagi saya. Mereka orang-orang yang sholeh dan penyayang dan
inilah yang membuat saya jatuh cinta pada Al-Ishlah. Memang benar seperti yang
Allah katakan dalam firmannya “Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara..” (QS Al-Hujurat: 10) dan dalam
sebuah hadis berikut, “Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya
seperti sebuah bangunan, saling menguatkan satu dengan yang lainnya.” (HR
Bukhari).
Merelakan
kepentingan saudaranya di atas kepentingan dirinya, saya rasa hanya ada di
Al-Ishlah. Merelakan waktu luang kita yang mungkin bisa kita gunakan untuk
istirahat, justru kita gunakan untuk menemani saudara kita yang sedang susah
atau meminta bantuan. Saling mengingatkan ketika ada saudaranya yang khilaf,
dan yang satu ini juga saya rasa yang membuat saya semakin cinta Al-Ishlah.
Seorang kakak, merelakan kos dan waktunya untuk tempat curhat dan menasihati
kami yang sedang susah. Rasa kekeluargaan sangat terasa, di saat harus berjibaku
dengan agenda yang meski hanya dihuni oleh tak lebih dari 10 orang panitia.
Saling berjibaku, canda juga kadang terlontar, tak jarang juga kita saling
marah, tapi cepat juga kita saling memaafkan. Dan inilah bumbu-bumbu ukhuwah
kami. Keshalihan setiap penghuni ruangan 3x7m inilah yang insyaAllah menyatukan
hati kami, mengikat hati kami dalam ikatan keimanan padaNya. “Perumpamaan
kaum mukmin dalam hal kecintaan, rahmat, dan perasaan di antara mereka adalah
ibarat satu jasad. Kalau salah satu bagian mereka merintih kesakitan, maka
seluruh bagian jasadnya akan merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.”
(HR Muslim).
Setiap sudutnya,
di sana banyak kenangan. Di ruang 3x7m itu saya merajut berbagai kisah bersama
mereka. Di Al-Ishlah saya menemukan mereka yang selalu membuat hati jadi rindu.
Kini adalah tahun ketiga saya ada di Al-Ishlah, perjalanan panjang yang saya
lewati bersama saudara-saudara di sini. Berjumpa dengan wajah-wajah yang
mengingatkan saya pada Allah, menyejukkan dan menghangatkan hati. Meski kadang
harus menahan rasa kesepian yang membuat rindu karena kadang tak jumpa. Kadang
juga menjadi sedih saat jumpa saudara yang bersedih atau menampilkan wajah
kusutnya. Ingin sekali rasanya saya peluk erat dan turut merasakannya. Kadang
juga menangis, karena kehilangan saudara yang telah sama-sama berjuang dahulu.
Menghilang bukan dalam arti sebenarnya, karena mereka sedang berjuang di tempat
lain. Tapi inilah roda kehidupan, yang pasti dimanapun nanti saya berada, cinta
ini takkan pernah pudar insyaAllah pada Al-Ishalah. Saya sungguh cinta keluarga
besar Al-Ishlah karena Allah. Saya do’akan, semoga kita dipertemukan Allah di
surgaNya kelak. InsyaAllah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar