Senin, 26 November 2012

Setiap sudutnya, di sana banyak kenangan

Cerita itu berawal di ruang sebesar 3x7m, sekretariat UKMF Jm Al-Ishlah. Cerita yang tak pernah saya harapkan sebelumnya. Karena sejak dahulu saya bukanlah orang yang hidup di sebuah organisasi yang diisi orang-orang lembut dan sholeh-sholeh.
Bertemu dengan mereka membuat saya merasa malu dan menjadi berfikir ulang untuk mendaftar sebagai pengurus Al-Ishlah. Apalagi dulu sempat ramai isu teroris dan aliran-aliran aneh yang beredar di yogyakarta. Begitu pula saat saya mengenal Al-Ishlah pertama kali, saya kira itu adalah agama atau aliran yang aneh. Saya takut dan merasa tidak begitu suka dengan Al-Ishlah. Sampai akhirnya saya mengenalnya dalam sebuah acara yang bagi saya itu adalah awal perkenalan saya dengan mereka “UKMF Jm Al-Ishlah”, agenda khusus mahasiswa PMB PBU. Kebetulan saya masuk UNY lewat jalur prestasi.  Di sana saya bertemu dengan seorang kakak tingkat yang membuat saya kagum sampai detik ini. Apalagi saat beliau membacakan tilawah QS Ar-Rahman. Surat faforit saya, surat yang membuat saya merasa merinding. Tak hanya itu, di sana juga awal saya bertemu dengan orang yang “membesarkan” saya sampai bisa sekrang ini, tentunya beliau juga adalah orang yang saya kagumi.
Berharap dapat mengikuti agenda SMILE yang diselenggarakan Al-Ishlah. Tapi Allah berkehendak lain, saya kurang beruntung dan tidak bisa mengikuti agenda tersebut. Dua kali SMILE saya tidak bisa mengikutinya. Tapi alhamdulillah, saya diajak ikut FU SMILE oleh teman sekelas saya. Yang membuat semakin bersyukur, mentornya adalah mas mekel, orang yang saya kagumi karena kata-katanya yang terkadang sedikit konyol tapi terkadang ada benarnya juga. Meski tidak begitu perhatian, tapi beliau sangat mengayomi kami. Hingga akhirnya waktu pendaftaran Al-Ishlahpun tiba, dan apa yang saya pikirkan pertama kali? “Aapakah saya pantas jadi pengurus Al-Ishlah?”
Yah... akhirnya dengan berbagai pertimbangan sayapun mendaftarkan diri di Al-Ishlah, tepatnya di departemen jaringan. Ada Ukh Afta dan Akh Rivan sebagai Koakh dan Kadeptnya. Meski sebenarnya belum begitu berniat, karena lebih memprioritaskan HIMA PKnH waktu itu. Pendaftaran yang bagi saya, kali pertama pada sebuah organisasi rohis yang bagi saya dulu sangat aneh. Banyak sekali perempuan-perempuan berjilbab gede kaya pake taplak meja. Jadi teringat wali kelas saya di MAN dulu, beliau adalah guru matematika saya. Jilbabnya juga gede kaya perempuan-perempuan yang ada di Al-Ishlah. Aneh itulah tanggapan saya. Temu perdana saja saya malas berangkat, begitu juga saat syuro departemen. Apalagi kadept dan koakhnya saya tidak begitu suka pada waktu itu, karena sifat saya yang sombong, terlaku ujub dan ghurur dengan diri saya. Maklum, dulu gini-gini juga ketua OSIS, hehehe...
Tapi... alhamdulillah, ternyata Allah berkehendak lain. Kadept dan koakhku  adalah orang yang sangat perhatian pada jundi-jundinya. Begitu juga pak mas’ul dan orang-orang di Al-Ishlah. Mereka sangat baik-baik dan perhatian pada saya (GR deh...) tapi itu yang saya rasakan. Syuro departemen pertama yang diberikan es cream oleh ukh afta dan akh rivan. Main game bersama di departemen, berlomba membuat menara dari sedotan. Nasihat-nasihat saat syuro dan syuro yang senantiasa dimulai dengan tilawah. Suatu hal yang aneh tapi saya suka. Hal yang tidak saya dapatkan saat dahulu di SMP dan MAN saat aktif di organisasi. Saya menemukan sebuah kenyamanan, mereka seperti saudara yang tak segan saling mengingatkan. Sekali waktu pernah juga diingatkan untuk tidak minum sambil berdiri oleh seorang kakak tingkat di Al-ishlah. Saat sedang merasa pusing dan stres karena banyak beban, mereka juga tak sungkan untuk memberikan motivasi dan do’a yang jarang sekali saya dapatkan di tempat lain. Bagi saya, inilah keluarga. Al-ishlah sudah menjadi seperti keluarga yang sangat berharga bagi saya. Mereka orang-orang yang sholeh dan penyayang dan inilah yang membuat saya jatuh cinta pada Al-Ishlah. Memang benar seperti yang Allah katakan dalam firmannya “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara..” (QS Al-Hujurat: 10) dan dalam sebuah  hadis berikut, “Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya seperti sebuah bangunan, saling menguatkan satu dengan yang lainnya.” (HR Bukhari).
Merelakan kepentingan saudaranya di atas kepentingan dirinya, saya rasa hanya ada di Al-Ishlah. Merelakan waktu luang kita yang mungkin bisa kita gunakan untuk istirahat, justru kita gunakan untuk menemani saudara kita yang sedang susah atau meminta bantuan. Saling mengingatkan ketika ada saudaranya yang khilaf, dan yang satu ini juga saya rasa yang membuat saya semakin cinta Al-Ishlah. Seorang kakak, merelakan kos dan waktunya untuk tempat curhat dan menasihati kami yang sedang susah. Rasa kekeluargaan sangat terasa, di saat harus berjibaku dengan agenda yang meski hanya dihuni oleh tak lebih dari 10 orang panitia. Saling berjibaku, canda juga kadang terlontar, tak jarang juga kita saling marah, tapi cepat juga kita saling memaafkan. Dan inilah bumbu-bumbu ukhuwah kami. Keshalihan setiap penghuni ruangan 3x7m inilah yang insyaAllah menyatukan hati kami, mengikat hati kami dalam ikatan keimanan padaNya. Perumpamaan kaum mukmin dalam hal kecintaan, rahmat, dan perasaan di antara mereka adalah ibarat satu jasad. Kalau salah satu bagian mereka merintih kesakitan, maka seluruh bagian jasadnya akan merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR Muslim).
Setiap sudutnya, di sana banyak kenangan. Di ruang 3x7m itu saya merajut berbagai kisah bersama mereka. Di Al-Ishlah saya menemukan mereka yang selalu membuat hati jadi rindu. Kini adalah tahun ketiga saya ada di Al-Ishlah, perjalanan panjang yang saya lewati bersama saudara-saudara di sini. Berjumpa dengan wajah-wajah yang mengingatkan saya pada Allah, menyejukkan dan menghangatkan hati. Meski kadang harus menahan rasa kesepian yang membuat rindu karena kadang tak jumpa. Kadang juga menjadi sedih saat jumpa saudara yang bersedih atau menampilkan wajah kusutnya. Ingin sekali rasanya saya peluk erat dan turut merasakannya. Kadang juga menangis, karena kehilangan saudara yang telah sama-sama berjuang dahulu. Menghilang bukan dalam arti sebenarnya, karena mereka sedang berjuang di tempat lain. Tapi inilah roda kehidupan, yang pasti dimanapun nanti saya berada, cinta ini takkan pernah pudar insyaAllah pada Al-Ishalah. Saya sungguh cinta keluarga besar Al-Ishlah karena Allah. Saya do’akan, semoga kita dipertemukan Allah di surgaNya kelak. InsyaAllah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar